TEKNIK KHITOBAH DAN JENIS-JENISNYA
TEKNIK KHITOBAH
“Jenis-jenis Khitobah”
Anang Bustami
BAB I
PEBDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Berbicara yang
akan dapat meningkatkan kualitas eksistensi (keberadaan) di tengah-tengah
masyarakat dan orang lain, bukanlah sekadar berbicara, tetapi berbicara yang
menarik (atraktif), bernilai informasi (informatif), menghibur (rekreatif), dan
berpengaruh (persuasif). Dengan kata lain, manusia mesti berbicara berdasarkan
seni berbicara yang dikenal dengan istilah retorika. Retorika adalah seni
berkomunikasi secara lisan yang dilakukan oleh seseorang kepada sejumlah orang
secara langsung bertatap muka. Oleh karena itu, istilah retorika seringkali disamakan
dengan istilah Pidato.
Rethorika adalah seni berbahasa. Salah satu dari pembahasan retorika
adalah (Khitobah) Pidato, karena Pidato bukanlah yang baru maka dari masa
kemasa Pidato telah mengalami perkembangan, ada yang namanya Pidato Adat,
Pidato Negara, dan Pidato Hari Besar, akan tetapi dari sekian banyak macam
pidato ada beberapa hal yang mempunyai persamaan, salah satu diantaranya ialah
tujuannya yaitu, suatu ucapan dengan susunan yang baik untuk disampaikan kepada
orang banyak,
Sehingga pada kesempatan ini, kita akan sama-sama membicarakan dan
berlatih bagaimana kita harus mempersiapkan dan melakukan pidato, agar pidato
kita itu memiliki daya tarik, Informatif, Rekreatif, dan Persuasiff.[1]
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa
yang dimaksud dengan Pidato Informatif, Persuasif dan Rekreatif ?
2.
Apa
tujuan yang ingin dicapai dari Pidato Informatif, Persuasif, dan Rekreatif ?
3.
Apa
yang dimaksud dengan berpidato dengan menggunakan metode Impromptu, Memoriter,
Teks dan Ekstemporan ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pidato Informatif
1.
Pengertian
Pidato Informatif
Pidato Informatif adalah pidato yang bertujuan untuk menyampaikan
informasi kepada publik agar publik menjadi tahu akan sesuatu. Suatu informasi
dapat diyakini dengan fakta sebagai alat konkritisasi dalam penyajiannya.[2]
Ada pula yang mengartikan Pidato informatif ditujukan untuk
menambah pengetahuan pendengar. Komunikan diharapkan mendapatkan penjelasan,
menaruh minat dan memiliki pengertian tentang persoalan yang dibicarakan.[3]
Pembicara berusaha menjelaskaan suatu masalah sejelas-jelasnya agar
pendengar menjadi tahu dan paham. Untuk itu, pembicara menyampaikan contoh,
perbandingan, keterangan ( grafik, gambar, bagan skema, denah dan lain-lain)
yang semuanya itu sangat mendukung penjelasan agar tujuan pidato tercapai,
yaitu pendengar menjadi tahu dan memahami apa yang disampaikan. Dalam pidato
informatif, seorang pembicara harus menyajikan fakta-fakta yang berkaitan
dengan informasi yang disampaikan agar pendengar sungguh-sungguh memahami
maksud dan tujuan pembicara.
2.
Tujuan
Pidato Informatif
Tujuan utama pidato informatif adalah memberikan atau menyampaikan
informasi kepada pendengar akan sesuatu. Dalam pidato informatif, seorang
pembicara menerangkan atau menjelaskan pendapatnya tentang suatu pokok
persoalan agar publik mengetahuinya. Di sini, pembicara menyerahkan keputusan
sepenuhnya kepada publik tentang informasi yang disampaikan itu.
3.
Jenis-jenis
Pidato Informatif
Didalam pidato informatif terdapat beberapa jenis, diantaranya
yakni : Kuliah, Ceramah, Referat atau makalah, Pengajaran, Wejangan informatif,
Pidato informatif dalam kesempatan khusus.
a. Kuliah
Kuliah adalah penyampaian ilmu pengetahuan yang dilakukan oleh
dosen sebagai pembicara dan mahasiswa sebagai audiens. Di dalam kuliah, salah
satu bahan atau tema dari bidang ilmu tertentu ditawarkan lewat sejumlah mata
kuliah yang diberikan. Cara menyajikan biasanya dengan membaca teks yang telah
dipersiapkan dengan menambahkan penjelasan secukupnya.
b. Ceramah
Pada dasarnya tujuan ceramah adalah memberikan informasi dan
pengetahuan. Oleh karena itu bahan yang diceramahkan harus dipersiapkan dengan
teliti. Ceramah harus menampilkan disposisi yang jelas, bahasa yang padat dan
berisi: pikiran yang tersusun logis dan memiliki sekema yang jelas, serta
hubungan yang serasi antara bagian-bagiannya.
c. Referat atau makalah
Sebuah referat atau makalah sebenarnya adalah suatu ceramah singkat
mengenai suatu bidang, yang berlansung antara 10-20 menit. Seringkali referat
juga merupakan pengantar kedalam salah satu bidang; atau dipakai sebagai salah
satu acara dalam perundingan, sehingga orang menyebutnya pengantar singkat atau
referat singkat. Pada dasarnya referat dibatasi uraiannya pada hal-hal yang
esensial, sehingga lebih mengenai budih dan bukan perasaan manusia.
d. Pengajaran
Pengajaran adalah uraian yang disusun secara pedagogi, umumnya
dibawakan untuk kelompok orang setingkat SLTP dan SMA. Bentuk penyajiannya
bermacam-macam, sehingga tidak begitu membosankan.
e.
Wejangan informatif
Ini adalah ceramah yang santai di depan sekelompok pendengar dalam
jumlah yang kecil. Bentuk ini sering dipakai apabila menunjukan slides atau
film.Gambar atau film menjadi pokok pembicaraan, sehingga ttidak menuntut suatu
persiapan yang teliti.
f. Pidato informatif dalam kesempatan khusus
Dalam pidato ini pembicara ditunjuk sebagai sumber informasi untuk
menyampaikan dan menjelaskan tentang sesuatu untuk diketahui pendengar. Di sini
suasananya lebih formal dan bahasa yang digunakan sesuai dengan pengetahuan
pendengar.
B.
Pidato Persuasif
1.
Pengertian
Pidato Persuasif
Pidato persuasif adalah pidato yang menghendaki reaksi penyimak
(audiens) untuk melakukan atau meninggalkan perilaku, sikap, atau keyakinan
tertentu, sesuai dengan harapan pembicara.
Ada juga yang mengartikan Pidato persuasif merupakan pidato yang
bertujuan untuk mempengaruhi pendengar dengan membujuk pendengar agar mengubah
pilihan atau sikapnya. Pidato ini ditujukan agar orang mempercayai sesuatu,
melakukannya dengan rasa antusias. Keyakinan dan tindakan semangat adalah
bentuk reaksi yang diharapkan.[4]
Retorika juga sering disebut seni persuasi. Tujuan akhir pidato
ialah mempengaruhi manusia. Persuasi adalah proses mempengaruhi pendapat, sikap
dan tindakan orang dengan menggunakan manipulasi psikologis sehingga orang
tersebut bertindak seperti atas kehendaknya sendiri. Motif adalah kondisi
intern yang mengatur dan menggalakkan tingkah laku menuju arah tertentu. Daya
tarik yang dapat menimbulkan kondisi intern tersebut kita sebut daya tarik
motif (motive appeals). Faktor-faktor yang harus diperhitungkan oleh komunikator adalah motif biologis dan
psikologis.
2.
Tujuan
Pidato Persuasif
a. Menarik Perhatian
Bahan-bahan yang menarik: Fakta Sensasional Yang berhubungan dengan
peristiwa aktual, mode, dan sebagainya, Kata-kata berona dan gaya bahasa Kutipan
dan peribahasa yang diterapkan dengan cara baru Perbandingan, contoh, anekdot Rangkaian
pernyataan atau fakta yang mengejutkan, Ramalan Humor Yang berhubungan dengan
orang, tempat, atau peristiwa local.
b. Meyakinkan
Untuk meyakinkan pendengar, kita dapat menggunakan bukti. Ada empat
bukti yang harus dimasukkan dalam pidato persuasif yakni : fakta, contoh,
statistik, dan testimoni.
Pidato persuasif memiliki prinsip untuk memenuhi empat tujuan yang
ingin diraih, yakni: Mempengaruhi untuk Konsistensi. Mempengaruhi untuk Perubahan
(Pendekatan) Bertahap. Mempengaruhi untuk Keuntungan. Mempengaruhi untuk
Pemenuhan Kebutuhan
c. Menyentuh atau Menggerakkan
Bahan-bahan yang menyentuh atau menggerakkan adalah bahan-bahan
yang mempunyai pengaruh psikologis. Penggunaan daya tarik motif melalui tiga
tahap: analisis, seleksi, adaptasi. Pertama, temukan keinginan, harapan,
cita-cita khalayak tertentu. Kedua, pilihlah bahan-bahan yang sesuai dengan
keinginan khalayak. Ketiga, hubungkan usulan kita dengan kebutuhan,keinginan,
dan kepentingan khalayak tersebut.
C.
Pidato Rekreatif
1.
Pengertian
Pidato Rekreatif
Pidato rekreatif adalah pidato yang tujuan utamanya adalah
menyenangkan atau menghibur orang lain.[5]
Tidak melulu melucu. Alan H. Monroe menyebut pidato rekreatif sebagai “the speech to entertain”,
pidato untuk menghibur. Anda berbicara tidak untuk menyampaikan informasi,
tidak pula untuk mempengaruhi. Tujuan anda hanyalah menggembirakan, melepaskan
ketegangan, menggairahkan suasana, atau sekedar memberikan selingan yang ringan
setelah rangkaian acara yang melelahkan. Selama anda menyampaikan hal-hal yang
menarik perhatian pendengar, mengendurkas saraf mereka, dan membuat mereka
santai, maka anda sedang menyampaikan pidato rekreatif.
Pidato rekreatif disampaikan dalam beberapa situasi :
1. Perhelatan atau pesta.
2. Pertemuan kelompok.
3. Jamuan makan malam.
Gembirakan diri Anda dahulu. Anda tidak dapat menghibur orang lain,
apabila kabut kesedihan menutupi wajah anda. Pidato rekreatif harus disampaikan
oleh seseorang yang berwajah santai, ceria, gembira, dan easy going. Apabila
hati Anda tidak dapat diarahkan kepada kegembiraan, maka jangan paksakan diri
Anda untuk menghibur orang lain. Jangan-jangan, lelucon Anda malah akan membuat
pendengar menangis.
Hindari rangkaian gagasan yang sulit. Pilihlah topik yang enteng,
sederhana, mudah dicerna, dan susunlah topik-topik itu secara sederhana pula.
Hindari gagasan-gagasan abstrak, kalimat panjang, dan kata-kata yang ambigu.
Gunakan gaya bercerita (naratif). Masukkan berbagai cerita dan anekdot.
Sebaiknya Anda tidak menceritakan humor yang sudah diketahui atau terlalu
sering dibicarakan. Jika perbendaharaan humor anda sedikit, kemaslah humor lama
dengan cara yang orisinal dan kreatif.
Berbicaralah Singkat. Pidato rekreatif tidak mengikuti urutan
berpidato yang lengkap, yakni, perhatian, kebutuhan, pemuasan, visualisasi, dan
tindakan. Pidato rekreatif hanya sampai pada tahap perhatian saja, dan sangat
sulit untuk mencengkram perhatian pendengar dalam jangka waktu yang lama.
2.
Beberapa
teori dalam Humor
a.
Teori
Superioritas dan Degradasi.
Kita tertawa bila menyaksikan sesuatu yang janggal (menurut Plato),
atau kekeliruan dan cacat (menurut aristoteles). Objek yang membuat kita
tertawa adalah objek yang ganjil, aneh, menyimpang. Kita tertawa karena merasa
tidak memiliki sifat-sifat objek yang “mengelikan”. Sebagai subjek, kita
mempunyai kelebihan (superioritas), dan objek tertawa kita mempunyai
sifat-sifat yang rendah.
b.
Teori
Bisosiasi
Teori ini dirumuskan oleh Arthur Koestler, tapi berasal dari filosof
besar seperti Pascal, Kant, Spencer, dan Schopenhauer. Menurut Schopenhauer,
kita tertawa bila tiba-tiba kita menyadari bahwa terdapat ketidak sesuaian
antara konsep dengan realitas sebenarnya”. Ia memberikan contoh dengan sebuah
kisah. Bebrapa orang sipir penjara sedang bermain kartu bersama seorang
narapidana. Ternyata napi itu mengecoh mereka. Para sipir marah dan menendang
napi tersebut keluar penjara.
Menurut Koestler, dalam contoh Schopenhauer ini ada dua hal yang
berbenturan : napi harus dihukum di penjara, dan penipu harus ditendang ke
luar. Dua hal ini benar. Namun ketika kita menyadari bahwa napi tersebut
ditendang keluar penjara, kita menyadari adanya sebuah kesalahan.
c.
Teori
Pelepasan Inhibisi
Teori ini diambil dari Sigmun Freud, dan bersifat terlalu
“teoritis”. Kita banyak menekan ke alam bawah sadar kita pengalaman-pengalaman
yang tidak enak, atau keinginan yang tidak bsa kita wujudkan. Salah satu
dianyaranya adalah dorongan agresif. Dorongan tersebut masuk kea lam bawah
sadar dan bergabung dengan kesenangan bermain di masa kanak-kanak kita.
Bila kita lepaskan dorongan ini ke dalam bentuk yang bisa diterima
masyarakat, ini namanya pelepasan inhibisi. Kita merasa senang karena
melepaskan ketegangan, dan sesuatu yang menghimpit kita. Kita senang. Karena
itu, kita tertawa.
D.
Metode-metode dalam Berpidato
Persiapan yang diperlukan untuk
menyusun suatu uraian lisan, seperti pidato sangat bergantung kepada metode
yang digunakan. Ada yang menyusun naskah secara lengkap seperti suatu karangan
tertulis kemudian disampaikan dengan cara membacakan naskah tersebut. Ada pula
yang hanya dengan menuliskan ide atau beberapa catatan kemudian dikembangkan
langsung pada waktu penyampaian pidato. Keraf (1994: 316) dan Jalaludin Rahmat
(2003: 17) mengemukakan ada empat macam metode penyampaian pidato.
1.
Metode
Impromtu (serta-merta)
Metode impromtu adalah metode
penyampaian berdasarkan kebutuhan sesaat. Tidak ada persiapan, pembicara serta
merta berbicara berdasarkan pengetahuannya dan kemahirannya. Pidato ini
biasanya disampaikan pada acaraacara tidak resmi. Kesanggupan penyajian lisan
menurut cara ini sangat berguna dalam kegiatan darurat, tetapi kegunaannya
terbatas pada kesempatan yang tidak terduga saat itu saja. Pengetahuan yang ada
dikaitkan dengan situasi dan kepentingan saat itu akan sangat menolong
pembicara. Metode ini biasanya digunakan oleh orang-orang yang sudah ahli atau
sudah biasa.
Bagi juru pidato yang berpengalaman,
metode impromtu memiliki beberapa kelebihan, antara lain:
(a) dapat mengemukakan perasaan pembicara yang sebenarnya sebab
pembicara tidak memikirkan terlebih dahulu pendapat yang disampaikan
(b) gagasan dan pendapat datang secara spontan sehingga tampak
segar dan hidup,
(c) metode impromtu memungkinkan pembicara berkomunikasi secara
langsung
(d) melatih pembicara untuk terus berfikir.
Berpidato dengan menggunakan metode
ini, pembicara hanya memikirkan masalah apa yang akan dikemukakan. Pidato
dilakukan tanpa ada persiapan karena secara mendadak ditunjuk untuk berbicara
di depan umum.
Oleh sebab itu, metode impromtupun
memiliki kekurangan, antara lain:
(a) dapat menimbulkan kesimpulan yang mentah karena dasar pengetahuan
yang tidak memadai,
(b) mengakibatkan penyampaian yang tersedat-sedat dan tidak lancr
(c) gagasan yang disampaikan tidak teratur (acak-acakan)
(d) karena tidak adanya persiapan, kemungkinan demam panggung dapat
terjadi.
2. Metode Menghafal (Memoriter)
Metode ini merupakan lawan dari metode impromptu. Pidato
yang dibawakan dengan metode ini dipersiapkan dan ditulis secara lengkap
terlebih dahulu, kemudian dihafal kata demi kata. Ada pembicara yang berhasil
dengan metode, tetapi ada juga yang tidak. Pembicara yang menggunakan metode
ini sering menjenuhkan dan tidak menarik, ada kecendrungan untuk berbicara
cepat-cepat dan menggunakan kata-kata tanpa menghayati maknanya.
Selain itu, metode ini juga menyulitkan pembicara
untuk menyesuaikan diri dengan situasi dan reaksi-reaksi pendengar. Adapun
kelebihan metode memoriter, antara lain :
(a) Dengan menggunakan metode ini, memungkinkan ungkapan yang tepat,
terarah, dan teratur
(b) Pemilihan bahan menjadi lebih teliti dan sesuai.
Berpidato dengan cara menghafalkan
naskah akan mengakibatkan pembicara tidak bebas menggunakan kata-kata dan
ketika berpidato terkesan mengingat katakata yang akan diucapkan. Oleh sebab
itu, metode memoriter memiliki kekurangan, antara lain :
(a) Tidak terjalin hubungan komunikasi yang baik antara pembicara
dan pendengar karena pembicara terpaku kepada hafalan teks pidato (usaha
mengingat-ingat)
(b) Terlihat menjenuhkan dan terkesan kaku.
3.
Metode Naskah (Manuskrip)
Metode manuskrip adalah metode
berpidato yang dilakukan dengan cara membacakan secara langsung teks yang sudah
dipersiapkan sebelumnya (Arsjad dan Mukti, 1998: 25). Pidato ini umumnya
dilakukan oleh pejabat negara. Kegiatan berpidato dengan cara membacakan naskah
disebabkan untuk menghindari kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi.[6]
Metode ini pun sering dipakai dalam
pidato resmi atau pidato di televisi dan radio. Metode ini sifatnya agak kaku
sebab bila tidak atau kurang melakukan latihan yang cukup seolah-oleh tidak ada
hubungan antara pembicara dan pendengar. Tanpa adanya latihan, mata pembicara
akan terus membaca naskah dan melafalkannya secara monoton. Materi pidato
terpaku pada naskah yang sudah ditulis sehingga pembicara tidak bisa beradaptasi
dengan situasi saat itu.
Sebaiknya, pembicara berlatih
membaca naskah sebelum berpidato di depan khayalak umum dengan memperhatikan
faktor-faktor yang menunjang keefektifan berbahasa, seperti pembicara harus
memberikan tekanan dan variasi suara untuk menghidupkan pembicaraanya,
memperhatikan ketepatan ucapan, diksi, sikap yang wajar, tenang, dan tidak
kaku, pandangan, mimik gerak/ gerik, kenyaringan suara, dan kelancaran
berpidato sehingga ketika berpidato menjadi menarik.
Metode manuskrip memiliki kelebihan
dan kekurangan. Kelebihan metode dengan menggunakan naskah, antara lain:
(a) kata-kata dapat dipilih sebaik-baiknya, sehingga penyampaian
materi dapat tersalurkan dengan tepat
(b) kemungkinan demam panggung sangat sedikit
(c) pernyataan dapat hemat, karena manuskrip dapat disusun kembali,
dan
(d) pembicara dapat berpidato dengan lancar karena ada naskah yang
telah disusun dan hanya membacakan sesuai dengan apa yang telah dituliskan di
naskah.
Berpidato dengan menggunakan metode
ini, terkesan pembicara terpaku dengan naskah sehingga komunikasi antara
pembicara dan pendengar kurang terjalin.
Oleh sebab itu, metode manuskrip memiliki kekurangan, antara lain :
(a) perhatian pendengar akan berkurang karena pembicara tidak
berkomunikasi secara langsung,
(b) karena terpaku pada naskah, mengakibatkan pembicara tidak
memperhatikan gerak-gerik dan mimik sehingga pembicara terlihat kaku
(c) umpan balik dari pendengar tidak dapat mengubah, memperpendek,
ataupun memperpanjang pesan.
4.
Metode Ekstemporan
Metode ekstemporan dilakukan dengan
cara mempersiapkan sebelumnya pokokpokok bahasan yang akan disampaikan
(out-line). Kadang-kadang dipersiapkan konsep berupa naskah namun tidak dihafal
kata demi kata. Pembicara bebas berbicara dan memilih kata-kata sendiri dengan
menggunakan metode ini. Kerangka dan konsep naskah yang dipersiapkan hanya
digunakan untuk mengingat urutan-urutan topik pembicaraan. Dengan demikian,
pembicara dapat mengubah nada pembicaraan sesuai dengan reaksi yang ditimbulkan
dari pendengar.
Kelebihan metode yang dianjurkan
oleh Joseph A Devito dan Keraf ini adalah berguna dalam sebagian besar situasi
pembicaraan. Pilihan kata yang ketat tidak diperlukan. Pembicara telah
melakukan persiapan secara mendalam, tahu apa yang akan disampaikan dan telah
mematangkan susunan. Pembicara tidak mengikatkan diri secara kaku pada pilihan
kata-kata tertentu. Metode ini memungkinkan fleksibelitas yang besar untuk
menerima umpan balik. Jika ada hal tertentu yang membutuhkan penjelasan yang
lebih jauh dapat dilakukan pada saat yang dianggap paling tepat. Dengan
menggunakan metode ini mudah bagi pembicara untuk bersikap wajar karena
pembicara menjadi diri sendiri.
Kelemahan metode ini adalah
pembicara dapat mendadak kehilangan kata-kata yang tepat. Namun, hal ini dapat
diatasi dengan melakukan latihan-latihan. Kelemahan lainnya, pembicara tidak
dapat terlalu memperhatikan gaya penyampaian seperti yang dapat dilakukan
ketika berpidato dengan menggunakan metode naskah dan metode hafal. Hal ini
dapat diatasi dengan menghafal hal-hal yang dianggap pentig sehingga pembicara
dapat menyampaikan pidato dengan memperhatikan gaya berpidatonya.[7]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan isi pesan dan tujuannya,
pidato dapat dibedakan dalam tiga bentuk, yaitu pidato informatif, pidato
persuasif dan pidato rekreatif.
1.
Pidato
Persuasif adalah pidato yang menghendaki reaksi penyimak (audiens) untuk
melakukan atau meninggalkan perilaku, sikap, atau keyakinan tertentu, sesuai
dengan harapan pembicara.
2.
Pidato
Informatif adalah pidato yang bertujuan untuk menyampaikan informasi kepada
publik agar publik menjadi tahu akan sesuatu. Suatu informasi dapat diyakini
dengan fakta sebagai alat konkritisasi dalam penyajiannya.
3.
Pidato
Rekreatif adalah pidato yang tujuan utamanya adalah menyenangkan atau menghibur
orang lain.
Dalam berpidato, terdapat beberapa
metode yang dapat dipilih untuk memudahkan dalam menyampaikan sebuah
pidato. Adapun metode-metode itu adalah
: metode Impromtu, menghafal (memoriter),
naskah (teks), dan Ekstemporan.
1.
Metode
Impromtu (serta-merta) Metode impromtu adalah metode penyampaian berdasarkan
kebutuhan sesaat
2. Pidato
yang dibawakan dengan metode ini dipersiapkan dan ditulis secara lengkap
terlebih dahulu, kemudian dihafal.
3. Metode manuskrip adalah metode berpidato yang dilakukan dengan cara
membacakan secara langsung teks yang sudah dipersiapkan sebelumnya
4.
Metode
ekstemporan dilakukan dengan cara mempersiapkan sebelumnya pokokpokok bahasan
yang akan disampaikan (out-line).
B.Saran
Semoga makalah jenis-jenis Khitabah ini bermanfaat dan dapat
diamalkan ilmu yang terdapat didalamnya. Makalah ini tentunya sangat jauh dari
kesempurnaan, maka sangat perlu sekali untuk diberikan saran dan kritikan yang
membangun agar makalah ini jauh lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Goris Keraf. “Argumentasi dan Narasi”. (Jakarta: Gramedia,
1983)
Arsjad, Maidar G. dan Mukti, U.S.“Pembinaan Kemampuan Berbicara
Bahasa Indonesia” (Jakarta: Erlangga, 1993)
Hendrikus,Dori Wuwur.. “Retorika”.
(Ende: Kanisius, 1991)
Isbandi
Sutrisno dan Ida Wiendijarti. “Kajian Retorika Untuk Pengembangan
Pengetahuan dan Ketrampilan Berpidato”
http://digilib.unila.ac.id/1508/7/BAB%20II.pdf
[1]
Goris Keraf..
“Argumentasi dan Narasi”. (Jakarta : Gramedia, 1983). Hlm. 31
[2]
Goris Keraf..
“Argumentasi dan Narasi”. (Jakarta : Gramedia, 1983). Hlm. 55
[3]
Isbandi
Sutrisno dan Ida Wiendijarti. “Kajian Retorika Untuk Pengembangan
Pengetahuan dan Ketrampilan Berpidato”
[4]
Isbandi
Sutrisno dan Ida Wiendijarti. “Kajian Retorika Untuk Pengembangan
Pengetahuan dan Ketrampilan Berpidato”
[5]
Dori Wuwur Hendrikus.”Retorika”. (Ende: Kanisius, 1991) .hlm
122
[6]
Arsjad, Maidar G. dan Mukti, U.S.“Pembinaan Kemampuan Berbicara
Bahasa Indonesia” (Jakarta: Erlangga, 1998) hl,m. 25
[7]
http://digilib.unila.ac.id/1508/7/BAB%20II.pdf
Komentar
Posting Komentar