ULUMUL QURAN AHRUF SAB'AH (Al-Quran diturunkan Tujuh Huruf)
ULUMUL
QUR’AN
“Sab’atu
Ahruf”
Anang
Bustami
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Al Quran sebagai kitab terakhir yang diturunkan oleh
Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW memiliki keutamaan dan keistimewaan
dibanding kitab-kitab sebelumnya. Salah satu keistimewaan tersebut adalah
diturunkannya Al Quran dalam tujuh huruf (Sab’atu
Ahruf). Para ulama berbeda pendapat dalam menafsirkan makna tujuh
huruf Al Quran
ini.
Al Quran sebagai pedoman utama umat islam,
diturunkan dalam bahasa arab. Orang Arab sendiri memiliki beraneka ragam dialek
yang membedakan antara satu suku dengan suku lainnya. Setiap kabilah atau suku
tersebut mempunyai irama tersendiri dalam mengucapkan kata-kata yang tidak
dimiliki oleh kabilah lain. Apabila orang Arab berbeda dialek dalam
mengungkapkan sesuatu, maka Al Quran yang diturunkan kepada Rasulullah SAW
menyempurnakan makna kemukjizatannya karena mencakup semua huruf dan wajah
qiraah pilihan diantara dialek-dialek Arab tersebut.
Makalah ini akan
memaparkan tentang tujuh huruf Al Quran tersebut. Beberapa nas yang menjelaskan
tentang tujuh huruf Al Quran, serta perbedaan pendapat
diantara ulama tentang ke-tujuh huruf Al Quran tersebut.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa
pengertian dari Sab’atu Ahruf (tujuh huruf)?
2. Bagaimana
perbedaan pendapat ulama mengenai Sab’atu Ahruf (tujuh huruf)?
3. Apa
saja dalil-dalil diturunkannya Al Quran dengan tujuh huruf?
4. Apakah
hingga kini tujuh huruf itu masih terdapat dalam mushaf-mushaf?
5. Bagaimana
hikmah diturunkannya Al Quran dengan tujuh huruf?
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Sab’atu Ahruf (Tujuh Huruf)
Kata
“Sab’atu” dalam bahasa Arab memilki makna tujuh. Dalam
kerangka etimologi, para ulama secara umum cenderung berpendapat bahwa kata
“tujuh” dalam hadis tentang sab’atu ahrufin tersebut adalah arti tujuh yang
sebenarnya, dan bukan arti kiasan. Artinya, tujuh adalah angka yang terletak
antara angka enam dan delapan. Adapun pengertian “Al-Ahruf” adalah
huruf-huruf, ia merupakan bentuk bentuk jamak dari lafal “Harfun”. Di
dalam kamus Muthahar, pengertian “Harfun” adalah huruf, mata
pisau, pinggir batas, tepi.[1]
Al Quran
sebagai pedoman utama umat Islam, diturunkan kepada Rasulullah SAW dengan
bahasa Arab.
Sebagaimana difirmankan dalam ayat berikut:
!$¯RÎ) çm»oYø9tRr& $ºRºuäöè% $wÎ/ttã öNä3¯=yè©9cqè=É)÷ès? ÇËÈ
Artinya: “Sesungguhnya
Kami menurunkannya berupa Al-Quran dengan berbahasa Arab, agar kamu
memahaminya.”(QS. Yusuf ayat 2)
B. Perbedaan
Pendapat Ulama Mengenai Sab’atu Ahruf (Tujuh Huruf)
Celah-celah untuk membantah
tujuh huruf yang dengannya Al Quran diturunkan, boleh dibilang tertutup. Dalam
waktu yang bersamaan, tidak ada informasi yang menunjuk kepastian “Wujud” dari
tujuh huruf itu tak ada satu pun riwayat yang memberi kejelasan tujuh huruf
yang dimaksud Rasulullah SAW. oleh karena itu, sekalipun para ulama sepakat Al
Quran diturunkan dengan tujuh huruf, mereka berbeda pendapat mengenai hakikat
tujuh huruf itu.[2] Persilangan pendapat
para ulama mengenai “Tujuh Huruf” ini begitu tajam. Jumlah pendapatnya pun
banyak sekali, misalnya sebagai berikut :
1. Sebagian
besar ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dengan tujuh huruf adalah tujuh
macam bahasa dari bahasa-bahasa Arab mengenai satu makna; dengan pengertian
jika bahasa mereka berbeda-beda dalam mengungkapkan satu makna, maka Al Quran
pun diturunkan dengan sejumlah lafaz sesuai dengan ragam bahasa tersebut
tentang makna yang satu itu. Dan jika tidak terdapat perbedaan, maka Al Quran
hanya mendatangkan satu lafaz atau lebih saja.
Dikatakan bahwa ketujuh
bahasa itu adalah bahasa Quraisy, Huzail, Saqif, Hawazin, Kinanah, Tamim dan
Yaman.
2. Suatu
kaum berpendapat bahwa bahwa yang dimaksud dengan tujuh huruf adalah tujuh
macam bahasa dari bahasa-bahasa Arab dengan mana Al Quran diturunkan. Maksudnya
adalah bahwa tujuh huruf dalam pendapat ini adalah yang betebaaran di berbagai
surah Al Quran, bukan tujuh bahasa yang berbeda dalam kata tetapi sama dalam
makna.
3. Sebagian
ulama menyebutkan bahwa yang dimaksud tujuh huruf adalah tujuh wajah,
yaitu: amr (perintah), nahyu (larangan), wa’d (janji),wa’id (ancaman),jadal (perdebatan), qasas (cerita)
dan masal(perumpamaan). Atau amr, nahyu, halal, haram,
muhkam, mutasyabih danamsal.
4.
Segolongan ulama berpendapat bahwa yang dimaksud tujuh huruf adalah tujuh macam
hal yang didalamnya terjadi ikhtilaf (perbedaan) yaitu:
a. Ikhtilaful
asma’ (perbedaan kata benda): dalam bentuk mufrad, muzakkar dan
cabang-cabangnya, sepeti tasniyah, jamak dan ta’nis.
b. Perbedaan
dalam segi i’rab (harakat akhir kata).
c. Perbedaan
dalam tasrif.
d.
Perbedaan dalam taqdim (mendahulukan) dan ta’khir(mengakhirkan).
e.
Perbedaan dalam segi ibdal (pengantian).
f.
Perbedaan karena ada penambahan dan pengurangan.
g.
Perbedaan lahjah, seperti bacaan tafkhim (menebalkan) dan tarqiq (menipiskan),
fathah dan imalah, izhar dan idgam, hamzah dan tashil, isymam, dan lain-lain.
5.
Sebagian ulama ada yang berpendapat bahwa bilangan tujuh itu tidak diarikan
secara harfiyah (maksudnya, bukan bilangan antara enamdan delapan) tetapi
bilangan tersebut hanya sebagai lambang kesempurnaan menurut kebiasaan orang Arab.
6.
Segolongan ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dengan tujuh huruf
tersebut adalah qiraat tujuh.[3]
C. Dalil-dalil
Diturunkannya Al Quran Dengan Tujuh Huruf
Terdapat
banyak hadits dalam berbagai riwayat yang intinya menyatakan, bahwa Al Quran
diturunkan dalam tujuh huruf, diantaranya adalah hadits berikut:
Pertama,
perkataan Ibn Abbas :
عَنْ
اِبْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَقْرَأَنِيْ جِبْرِيْلُ عَلَى حَرْفٍ
فَرَاجَعْتُهُ فَلَمْ أَزَلْ أَسْتَزِيْدُهُ وَيَزِيْدُنِى حَتَّى اِنْتَهَى إِلىَ
سَبْعَةِ أَحْرُفٍ.
Artinya: ”Dari Ibnu Abbas
r.a. bahwa ia berkata: “Berkata Rasulullah SAW: “Jibril membacakan kepadaku
atas satu huruf, maka aku kembali kepadanya, maka aku terus-menerus minta
tambah dan ia menambahi bagiku hingga berakhir sampai tujuh huruf.” (HR.
Bukhari Muslim).
Kedua,
Ubai Ibn Ka’ab :
‘ketika Nabi berada di dekat parit Bani Gafar, ia
didatangi Jibril seraya mengatakan; ‘Allah memerintahkanmu agar membacakan
Qur’an kepada umatmu dengsn satu huruf.’ Ia menjawab: Aku memohon kepada Allah
dan magfiroh-Nya karena umatku tidak dapat melaksanakan perintah itu. Kemudian Jibril
datang lagi untuk yang kedua kalianya dan berkata; Allah memerintahkanmu agar
membacakan Qur’an kepada umatmu dengan dua huruf. Nabi menjawab: Aku memohon
kepada Allah dan magfiroh-Nya karena umatku tidak kuat melaksanakannya. Jibril
datang lagi untuk yang ketiga kalianya, lalu mengatakan: Allah memerintahkanmu
agar membacakan Qur’an kepada umatmu dengan tiga huruf, Nabi menjawab: Aku
memohon kepada Allah dan magfiroh-Nya, sebab umatku tidak dapat
melaksanakannya.’ Kemudian Jibril datang lagi untuk yang keempat kalianya
seraya berkata; Allah memerintahkanmu agar membacakan Qur’an kepada umatmu
dengan tujuh huruf, dengan huruf mana saja mereka membaca, mereka tetap benar.”
Ketiga,
dari Umar bin Khattab, ia berkata:
“Aku mendengar Hisyam bin Hakim membaca surah Al-Fueqon
dimasa hidup Rasulullah. Aku perhatikan bacaannya. Tiba-tiba ia membacanya
dengan banyak huruf yang belum pernah dibacakan oleh Rasulullah kepadaku,
sehingga hampir saja aku melabraknya disaat ia sholat, tapi aku berusaha sabar
menunggunya sampai salam. Begitu salam aku tarik selendangnya dan bertanya ;
siapakah yang membacakan (mengajarkan bacaan) surah itu kepadamu? Ia menjawab :
Rasulullah yang membacakannya kepadaku. Lalu aku katakan kepadanya, dusta kau!
Demi Allah, Rasulullah telah membacakan juga kepadaku surah yang aku dengar
tadi engkau membacanya (tapi tidak seperti bacaanmu). Kemudian aku bawa dia
menghadap Rasulullah, dan aku ceritakan kepadanya bahwa aku telsh mendengar
orang ini membaca surah Al-Furqon dengan huruf-huruf yang tidak pernah engkau
bacakan kepadaku, padahal engkau sendiri telah membacakan surah Al-Furqon
kepadaku. Maka Rasulullah berkata; lepaskan dia wahai Umar. Bacalah surah tadi
wahai Hisyam! Hisyam pun kemudian membacanya dengan bacaan seperti yang
kudengar tadi. Maka kata Rasulullah : begitulah surah itu diturunkan. Ia berkata lagi, bacalah wahai Umar! Lalu aku
membacanya dengan bacaan sebagaimana diajarkan Rasulullah kepadaku. Maka kata
Rasulullah : begitulah surah itu diturunkan. Dan katanya lagi : sesungguhnya
Alqur’an itu diturunkan dengan tujuh huruf, maka bacalah dengan huruf yang
mudah bagimu membacanya.[4]
ثُمَّ قَالَ رَسُوْلُ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اِنَّ هَذَا الْقُرْأَنَ اُنْزِلَ عَلَى
سَبْعَةِ اَحْرُفٍ فَاقْرَأُوْا مَا تَيَسَرَ مِنْهُ.
Artinya: “Bersabda
Rasul SAW : “Sesungguhnya Al Quran ini diturunkan atas tujuh huruf, maka
bacalah kamu mana yang mudah daripadanya.” (HR. Bukhari Muslim)[5]
Berdasarkan hadits-hadits
di atas, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Bahwa
Al Quran diturunkan dalam tujuh huruf.
2. Pada
awalnya Al Quran diturunkan dalam satu huruf.
3. Diturunkannya
Al Quran dalam tujuh huruf itu setelah Nabi SAW. Meminta keringanan dan
kemudahan bagi umatnya.[6]
D. Apakah
Hingga Kini Tujuh Huruf Itu Masih Terdapat Dalam Mushaf-Mushaf
1. Sebagian
ulama fiqih, qurra’ (ahli baca) dan mutakallimin (ahli teologi) berpendapat
bahwa semua huruf tersebut pada Mushaf Utsmani, dengan alasan :
a. Tidak
diperkenankannya bagi suatu bangsa untuk mengabaikan kutipan
sesuatu dari Mushaf Usmani.
b. Para
sahabat berpendapat bahwa suhuf yang dinukil dan ditulis oleh Usman itu berasal
dari suhuf yang ditulis oleh Abu Bakar r.a.
c. Suhuf
yang berada pada masa Abu Bakar telah mencakup tujuh huruf, yang kemudian
ditulis kembali oleh mushaf Usmani dalam tujuh huruf pula.
d. Sabda
Nabi, “Bahwasanya umatku tidak akan mampu melakukan hal itu. ”Tidaklah
dimaksudkan pada hanya pada masa sahabat saja, sedangkan kekekalan
dimudahkannya pembacaan Al Quran seiring dengan kekekalan kemukjizatannya.
2. Jumhur Ulama dari kalangan salaf, khalaf dan
imam-imam muslimin berpendapat bahwa mushaf Utsmani mencakup huruf-huruf yang
tujuh yang terkandung dalam bentuk tulisannya saja, serta penawaran Nabi yang
terakhir kepada Malaikat Jibril.
3. Ibnu Jarir At-Tabari dan para ulama
yang sealiran dan sependapat dengannya mengatakan bahwa mushaf Utsmani itu
hanya melambangkan satu bentuk huruf dari ke tujuh huruf tersebut. Huruf yang
tujuh itu hanya terdapat pada masa Rasul, Abu Bakar dan Umar. Adapun pada masa
Utsman, maka umat yang berada di bawah pimpinannya mencukupkan satu huruf saja
untuk mempersatukan kaum muslimin. Dengan huruf yang satu itu, Utsman menulis
semua mushafnya.[7]
E. Hikmah
Dirunkannya Al-Quran Dengan Tujuh Huruf
1.
Untuk memudahkan bacaan dan hafalan bagi bangsa yang ummi, tidak bisa baca
tulis, yang setiap labilahnya mempunyai dialek masing-masing, namun belum
terbiasa menghafal syari’at, apalagi mentradisikannya.
2. Bukti
kemukjizatan Al Quran bagi naluri atau watak kebahasaan orang arab. Al
Quran mempunyai banyak pola susunan bunyi yang sebanding dengan
segala macam cabang dialek bahasa yang telah menjadi naluri bahasa orang-orang
Arab, sehingga setiap orang Arab dapat mengalunkan huruf-huruf dan kata-katanya
sesuai dengan irama naluri mereka dan lahjah kaumnya, dengan tetap keberadaan
Al Quran sebagai mukjizat yang ditantangkan Rasulullah kepada mereka. Dan
mereka tidak mampu menghadapi tatangan tersebut. Sekalipun demikian
kemukjizatan itu bukan terhadap bahasa melainkan terhadap naluri kebahasaan
mereka itu sendiri.
3. Kemukjizatan
Al Quran dalam aspek makna dan hukum-hukumnya. Sebab perubahan-perubahan
bentuk lafaz pada sebagian huruf dan kata-kata memberi peluang luas untuk dapat
disimpulkan dari padanya berbagai hukum. hal inilah yang menyebabkan Al Quran
relevan untuk setiap masa. Oleh karena itu, para fuqaha dal istinbath(penyimpulan
hukum) dan ijtihad berhujjah dengan qiraat bagi ketujuh huruf ini.[8]
BAB II
PENUTUP
A. Simpulan
Kata
“Sab’atu” dalam bahasa Arab memilki makna tujuh. Dalam
kerangka etimologi, para ulama berpendapat bahwa kata “tujuh” adalah arti tujuh
yang sebenarnya, dan bukan arti kiasan. Adapun pengertian “Al-Ahruf”adalah
huruf-huruf, ia merupakan bentuk bentuk jamak dari lafal “Harfun”. Di
dalam kamus Muthahar, pengertian “Harfun” adalah huruf, mata
pisau, pinggir batas, tepi.
Celah-celah
untuk membantah tujuh huruf yang dengannya Al Quran diturunkan, boleh dibilang
tertutup. Dalam waktu yang bersamaan, tidak ada informasi yang menunjuk
kepastian “Wujud” dari tujuh huruf itu tak ada satu pun riwayat yang memberi
kejelasan tujuh huruf yang dimaksud Rasulullah SAW. Oleh karena itu, sekalipun
para ulama sepakat Al Quran diturunkan dengan tujuh huruf, mereka berbeda
pendapat mengenai hakikat tujuh huruf itu.
Adapun
Hikmah Dirunkannya Al-Quran Dengan Tujuh Huruf
1. Untuk
memudahkan bacaan dan hafalan bagi bangsa yang ummi, tidak bisa baca tulis.
2. Bukti
kemukjizatan Al-Quran bagi naluri atau watak kebahasaan orang Arab.
3. Kemukjizatan
Al-Quran dalam aspek makna dan hukum-hukumnya.
B. Saran
Dengan
adanya makalah ini diharapkan kita dapat mempelajari tentang Sab’atu Ahruf
(Tujuh Huruf). Makalah ini tentunya jauh dari kesempurnaan sehingga memerlukan
kritik dan saran yang membangun demi terciptanya kebaikan dalam makalah ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Acep
Hermawan. Ulumul Quran, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset,
2011).
Manna
Khalil al-Qattan. Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, (Bogor: Pustaka
Litera AntarNusa, 2013).
Muhammad
Ali al-Hasan.Pengantar Ilmu-Ilmu Al-Qur’an. (Bogor: Pustaka Thariqul
Izzah. 2007).
Prof.
Dr. Muhammad Ali Ash-Shaabuuniy. Studi Ilmu Al-Qur’an, (Bandung:
CV Pustaka Setia, 1999).
Pruf. Dr. Wahbah az-Zuhaili. Tafsir Al-Munir. Jilid 1.(Damaskus: Darul
Fikr , 2005) cet.8.
Syeikh Muhammad Abdul Adzim Al-Zarqani. Manahil Al
U’rfan Ulum Al-Qur’an.(Jakarta: Gaya Media Pratama.2001). cet 1
[1]
Ali
Mutahar, Kamus Muthahar Arab-Indonesia, (Jakarta Selatan
:Hikmah, 2005). Cet. 1. Hal. 440.
[2]
Acep
Hermawan, Ulumul Quran, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset,
2011), Cet. 1. Hal. 47.
[3]
Manna
Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, (Bogor :
Pustaka Litera AntarNusa, 2013), Cet. 16. Hal. 229-234.
[4]
Khalil
al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, (Bogor : Pustaka Litera
AntarNusa, 2013), Cet. 16. Hal. 228
[5]
Pruf. Dr. Wahbah az-Zuhaili. Tafsir Al-Munir. Jilid
1.(Damaskus: Darul Fikr , 2005) cet.8 hal.10
[6]
Manna
Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, (Bogor : Pustaka
Litera AntarNusa, 2013), Cet. 16. Hal. 226
[7]
Prof.
Dr. Muhammad Ali Ash-Shaabuuniy, Studi Ilmu Al-Qur’an, (Bandung
: CV Pustaka Setia, 1991), Cet. 1. Hal. 368
[8]
Manna
Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, (Bogor: Pustaka
Litera AntarNusa, 2013). Cet. 16. Hal. 246.
Komentar
Posting Komentar