HABIB MUHAMMAD RIDHO BIN YAHYA "Ulama Kal-Bar"
Tokoh Ulama Kalimantan Barat
HABIB RIDHO YAHYA (Alm)
Sang Pejuang Dakwah Dan Pendidik Yang Tekun Dalam
Membina Umat
Anang Bustami
A. Profile Habib
Ridho Yahya
|
Habib
Ridho Yahya memang sudah memiliki sifat yang terpuji, beliau anak yang rajin,
ulet, tekun dan juga pintar. Beliau juga memiliki cita-cita yang tinggi sejak
dia masih kecil. Terlahir dari keluarga yang tak mampu dan dari keluarga yang
susah dalam perekonomian tidak mematahkan semangatnya dalam belajar dan
menuntut ilmu, dimana saat itu orang tua beliau bekerja sebagai pedagang batik
dan kecap. Sangat mengharukan sekali perjalanan kehidupan sang habib ini,
dimana orang tuanya yang sangat begitu cinta dengan pendidikan sampai-sampai
demi menyekolahkan Habib mereka bekerja keras tanpa mengenal lelah dan letih.
Berawal
dari nasihat ibundanya, Syarifah Nur binti Muhammad bin Syekh Bafaqih, yang berpesan
kepada Habib Ridho untuk mengabdikan dirinya di dunia pendidikan. Maka, dari
kecil ia mulai bersekolah di sebuah sekolah Belanda dan di sore harinya ia
belajar di sekolah Arab.
Habib
Ridho Yhaya pertama kali menginjakkan kaki di bangku sekolah pada zaman
penjajahan Belanda, nama sekolahnya Holand Arabic School (HAS). Setelah tamat
dari HAS beliau melanjukan ke sekolah umum, pada saat itu di sekolah umum masuk
pembelajaran hanya dari pagi sampai siang, oleh sebab itu untuk mengisi waktu
kosongnya dari siang sampai sore Habib belajar lagi di Madrasah untuk
memperkuat ilmu Agama.[2] Belajar di dua tempat
berbeda dalam satu hari tentu tidak mudah dan membutuhkan semangat belajar yang
sangat tinggi, mengingat dirinya masih kecil saat itu.[3]
Sayangnya
hal tersebut hanya berlangsung beberapa tahun. Masuknya Jepang menjajah
Indonesia membuatnya terpaksa pindah sekolah. Ia meneruskan pendidikannya di
sekolah agama.
Ketika
menapaki tingkat sekolah lanjutan atas, ia memutuskan untuk masuk aliyah. Sejak
duduk di bangku aliyah ia sudah mulai mandiri dengan mengajar di Ar-Rabithah,
Solo. Mengajar saat belajar bukan alasan untuk membuatnya tak cemerlang dalam
pendidikannya. Ia berhasil lulus dari aliyah dengan nilai memuaskan.
Setelah
tamat dari sekolah tersebut, beliau mendaftarkan diri untuk menjadi tentara
angkatan laut karena beliau jago dalam olahraga renang. Namun semua itu tidak
direstui dan diizinkan oleh kedua orang tuanya, kemudian orang tuanya berkata
“badanmu itu kecil, seorang tentara badannya harus besar jadi Nampak berwibawa”.
Oleh karena Habib adalah seorang anak yang taat kepada kedua orang tuanya maka
beliau menuruti apa yang diarahkan oleh kedua orang tuanya demi kebaikan
dirinya. Pada akhirnya beliau melanjutkan pendidikan ke Universitas Gajah Mada
Yogyakarta pada tahun 1953, dengan memilih jurusan Filsafat Pendidikan. Namun,
karena lebih berminat pada dunia pendidikan, ia hanya bertahan selama dua tahun
di UGM dan Ia memutuskan untuk pindah dan menuntut ilmu di sebuah perguruan
tinggi di Solo untuk mengejar gelar sarjana muda dalam bidang pedagogi dan
mendapat title B.I[4] namun title itu tidak
beliau sematkan dalam nama beliau. Sehingga banyak orang yang tidak tau bahwa
beliau juga pernah belajar dalam pendidikan Formal.
B.
SILSILAH
KETURUNAN HABIB RIDHO YAHYA
Al-Habib Muhammad Ridho
bin Ahmad bin Agil bin Yahya merupakan anak dari Al-Habib Ahmad
bin Agil bin Yahya dari pernikahannya dengan Syarifah Nur binti Muhammad bin
Syekh Bafaqih.
Adapun
nasab keturunan dari sebelah Ayah yakni Al-Habib Ahmad bin Agil bin Yahya, maka
kakek beliau adalah Al-Habib Salim bin Umar bin Yahya, sedangkan untuk satu
tingka keatas yakni datuk beliau bernama Al-Habib Umar bin Yahya.
Sedangkan
nasab keturunan dari sebelah ibu, Syarifah Nur binti Muhammad bin Syekh Bafaqih.maka
kakek beliau adalah Al Habib Syekh Ahmad Bafaqih.
Habib
Ridho Yahya menikah dengan Syarifah Hidayah Binti Abdullah bin Yahya, putri
kedua (2) dari empat (4) bersaudara. Ayah istrinya atau mertua dari Habib Ridho
Yahya bernama Al-Habib Abdullah bin Yahya ibunya bernama Syarifah Nur binti
Yahya.
Dari
hasil pernikahannya tersebut, Habib Ridho Yahya mendapatkan sebelas (11)
keturunan dimana tujuh (7) orang laki-laki dan empat (4) orang perempuan. Namun
sekarang yang masih hidup ada Sembilan (9) orang, dua orang lainya meninggal
dunia waktu masih kecil.
Adapun
urutan putra dan putri Habib Ridho Yahya yang masih hidup beserta pendamping
hidupnya masing-masing bias diurutkan sebagai berikut :
1.
Syarifah Sakinah binti
Muhammad Ridho bin Yahya menikah dengan Habib Abu Bakar Al-Jufri.
2.
Habib Gosim bin Muhammad
Ridho bin Yahya menikah dengan Syarifah Zubaidah Al-Atthas.
3.
Syarifah Khadijah binti
Muhammad Ridho bin Yahya menikah dengan Habib Alwi Al-Qadri.
4.
Habib Drs. Ali bin Muhammad
Ridho bin Yahya menikah dengan Dewi Karyati.
5.
Habib Mustafa bin Muhammad
Ridho bin Yahya menikah dengan Topa Rusdiana.
6.
Habib Husin Helmi., S.Sos bin
Muhammad Ridho bin Yahya menikah dengan Nanik.
7.
Habib Ahmad Zaki., Lc bin
Muhammad Ridho bin Yahya menikah dengan Syarifah Asmaul Karimah Al-Haddad.
8.
Habib Abdullah., SH bin
Muhammad Ridho bin Yahya menikah dengan Syarifah Lala Fadilah Al-Jufri.
9.
Syarifah Nurlaila binti
Muhammad Ridho bin Yahya menikah dengan Habib Abdullah Nadim As-Segaf.
Nama-nama
diatas merupakan putra putri dari Habib Ridho bin Yahya yang saat ini masih
hidup dan telah bekeluarga semuanya.[5]
Dari
Sembilan anak tersebut Habib Ridho bin Yahya mewariskan dua pondok Pesantren
yang didirikan olehnya yaitu pondok Pesantren Darunna’im Putra dan pondok
Pesantren Darunna’im Putri, yang mana pondok Putra diwariskan kepada Putranya Habib Ahmad Zaki., Lc bin
Ridho bin Yahya, sedangkan pondok Putri diwariskan kepada Habib Drs. Ali bin
Ridho bin Yahya.
Itulah
sekilas silsilah keturunan dari Habib Ridho bin Yahya secara garis besar atau
secara ringkasnya.
C.
PERJALANAN
KEHIDUPAN HABIB RIDHO BIN YAHYA
Mencoba
menghidupi diri sendiri sejak aliyah dengan mengajar adalah cermin bahwa dirinya
memiliki semangat tinggi dalam berbakti di dunia pendidikan. Selain itu juga
bukti bahwa ia menuruti apa yang diperintahkan oleh orangtuanya.
Namun
dalam hidup cobaan selalu ada. Ketika Habib Ridho mulai mencoba untuk
berdagang, misalnya, hampir bisa dikatakan bahwa ia tak pernah menggapai
sukses, bahkan sampai saat ini. Berbagai dagangan ia coba, mulai dari baju
hingga makanan, tapi laba tak kunjung datang.
Kemudian
ia teringat pesan Ibunda, yang mengarahkannya untuk mengabdi di dunia
pendidikan. Maka, setelah lulus, selain mengajar ia juga mulai berdakwah ke
masjid-masjid.
Untuk
mengembangkan ilmunya dalam berdakwah, ia memutuskan hijrah ke kota Pontianak.
Sebenarnya Pontianak bukanlah tujuan sebenarnya, karena ia ditawari menjadi
imam besar di Miri, Malaysia. Ia layak mendapat tawaran itu, mengingat
kapasitas keilmuannya, ditambah lagi ia mampu berbahasa Inggris, Arab, dan juga
Belanda.
Tak
lama ia berada di Pontianak, kemudian ia hijrah untuk berdakwah ke negeri
seberang tersebut. “Saya ke sana bukan berarti menerima tawaran menjadi imam
besar di sana,” ucapnya. Tak lain tujuannya ke Malaysia adalah untuk merasakan
atmosfer dakwah di sana.[6]
Sesampainya
di Malaysia, fasilitas mewah menyambutnya. Mulai dari tempat tinggal hingga
mobil yang siap mengantarnya ke tempat tujuan untuknya dan untuk keluarganya.
Habib Ridho diajak berkeliling untuk berdakwah di beberapa tempat di Malaysia,
seperti Kuala Lumpur dan Johor. Ia juga sempat bertemu mufti Serawak.[7]
Setelah
empat puluh lima hari berdakwah di Malaysia, ia memutuskan untuk kembali ke
Solo, guna berunding dengan keluarga, keputusan apa yang nantinya harus
diambilnya.
Sebelum
ke Solo, entah apa yang membuatnya kembali singgah sejenak di Pontianak, kota
yang juga dikenal dengan nama “Khun Tien” oleh etnis Tionghoa di sana.
Selain
kepada keluarga, Habib Ridho juga menceritakan kebimbangannya dalam mengambil
keputusan kepada salah seorang gurunya, Ulama Besar Pontianak yaitu Habib
Sholeh Al-Haddad, yang meskipun tak mampu melihat ia adalah seorang hafizh atau
penghafal Al-Qur’an.
Mendengar
kebimbangan tersebut, Habib Sholeh memberikan jawaban singkat namun menenangkan
hati, “Kamu lebih baik tinggal di Pontianak, dan dirikan pesantren. Lebih baik
tinggal di Pontianak. Di sana masih kurang pendakwah. Saya melihat, kamu sangat
potensial.”[8]
Berbekal
ucapan Habib Sholeh tersebut, ia kembali merundingkannya dengan keluarga. Rupanya
keluarganya senada dengan Habib Soleh. Mereka lebih memilih untuk tinggal di
Pontianak. Memakmurkan negeri sendiri dengan ilmu.
Mendengar
hal tersebut, Habib Ridho Yahya merasa lega, orang-orang yang dia cintai yang
selalu berada di sekitarnya tidak silau akan harta dunia semata. Padahal, jika
memilih Miri, Malaysia, tentu lebih menggiurkan secara ekonomi. Tapi bukan itu
yang dicari olehnya dan juga keluarganya.
Beliau pertama kali menginjakkkan kaki ke Pontianak
dan menjadi tokoh di Masyarakat kisaran
pada tahun 1981/1982 sebagai tokoh masyarakat dan juga sebagai salah
satu pendiri dan pengasuh pertama pondok Pesantren as-Salam di Pal V[9] sebelum beliau mendirikan pondok Pesantren
Darunna’im sebagai pondok Pesanten Putra. Selain itu beliau juga mendirikan
majlis taklim yang mengkaji masalah Fiqh dan Syariat islam. Sekarang diteruskan
oleh anak beliau yaitu Habib Zaki bin Ridho Bin Yahya., Lc. yang merupakan
putra ke tujuh beliau.[10]
Muhammad Jafar[11] (50) mengatakan bahwa Habib
Ridho Yahya ini mempunyai kepribadian yang baik, pengasih terhadap
murid-muridnya, tidak pilih kasih dan adil, serta beliau mengenali siapa saja
murid-muridnya. Berjuang untuk agama, gigih dalam memuntu ilmu, semangat dalam
mengisi pengajian-pengajian sampai kepada memasuki Tariqah Qadariah wa
naqsabandiah beliau jalur dari Maranggen Demak, Semarang. Gurunya bernama
KH. Musleh bin Abdurrahman Maranggen sanadnya juda sampai kepada Syeikh Ahmad
Khatib Sambas, karena pendiri Tariqah Qadariyah wa Naqsabandiah adalah
Syeikh Ahmad Khatib Sambas.[12]
Habib Ridho Yahya juga
pernah menjadi Dewan Penasehat Nahdatul Ulama’ (NU), kemudian pada tahun 1990an
beliau juga sempat menjadi anggota Dewan.[13]
Hal yang sangat nyata sekali dalam perjuangan Habib
Ridho Yahya semasa hidupnya dalam mengembangkan ajaran agama islam ialah dengan
membangun Pondok Pesantren dan Madrasah-madrasah.
Dalam mewujudakan
impiannya dan usahnya untuk mencerdaskan umat dalam hal agama dan pendidikan,
beliau merangkul para pejabat, aparat dan masyarakat dan yang telah dirangkul
tersebut menjadi donatur-donatur untuk membangun pondok Pesantren. Dalam hal
ini tidak ada jalan yang mulus dalam berjuang dan dalam kebaikan. Karena hal
yang baik pasti ada tantanganya dalam membangun pondok pesantren. Hambatan
pasti ada namun karena kegigihan dan keuletannya serta semagatnya dalam
mengusahakan impiannya agar terwujud maka itu semua terlewati.
D. KIPRAH DALAM
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN DAKWAH DALAM KEMASYARAKATAN
Didalam semasa hidupnya,
tentunya sangat tidak sedikit Kiprah beliau yang diterima dan dirasakan oleh masyarakat,
diantaranya mendirikan pondok Pesantren, madrasah dan majlis taklim.
1. Lembaga
Pendidikan
Urutan dalam membangun
lembaga pendidikan dan dakwah oleh Habib Ridho Yahya yakni pertama kali beliau
mendirikan pondok pesantren di Pal.V tahun 1982/1983 yang mana itu didirikan beliau bersama dengan
ayah angkatnya juga bersama pemilik tanah Waqaf untuk didirikannya pondok yakni
Pak H. Anwar, H. Jamaludin Rasyid, H. Muhammad, H. Rafi’. Selain sebagai salah
satu pendiri, beliau juga menjadi pengasuh pertama di podok Pesantren as-Salam.
kemudian Beliau keluar dari Pondok pesantern as-Salam pada tahun 1987 dan
kembali berdakwah di masyarakat.
Pada tahun 1987 Habib
Ridho Yahya mendirikan TK al-Ikhwah
sekaligus mendirikan Yayasan Pendidikan dan Pengajaran Agama Islam (YPPAI),
yang terletak di Jalan Pangeran Nata Kusuma, Gg. Samarukun No.9. setelah itu
beliau membangun kembali Madrasah Ibtidaiyah al-Ikhwah disamping TK al-Ikhwah pada
tahun 1992.[14]
Sekarang ketua yayasan dari YPPAI tersebut adalah Al Habib Ali bin Muhammad
Ridho bin Yahya. Beliau menyatakan ada sekitar 700-san murid yang ada didaam
yayasan tersebut.
Setelah itu barulah beliau
mendirikan pondok Pesantren Darunna’im Putra yang ada di Jl. Ampera pada tahun
2000. Ini merupakan masa awal peletakan batu pertama didirikannya pondok
Pesantren Darunna’im Putra yang mana pada saat itu peletak batu pertama adalah
Gubernur Kaliamntan Barat bapak H. Aspar Aswin (1998-2003). Setelah lebih
kurang lima (5) tahun pembangunan yakni pada tahun 2005 barulah Pondok Pesantren
Darunna’im Putra dimulai untuk Proses belajar mengajar.
|
|
Selain itu beliau juga mendirikan
majlis taklim yang mengkaji masalah Fiqh dan Syariat islam. Namanya majlis
Taklim Darunna’im Sekarang diteruskan oleh anak beliau yaitu Habib Ahmad Zaki.,
Lc bin Ridho Bin Yahya. yang merupakan putra ke tujuh beliau.[15]
Pesantren
yang didirikan bukan oleh satu orang, tentu akan menimbulkan banyak ide dan
pemikiran, yang terkadang bersinggungan dengan berbagai kepentingan yang lain.
Maka, agar bisa lebih fokus dengan ide-idenya sendiri, ia pun membangun
pesantren sendiri. Pesantren tersebut ia beri nama “Pesantren Darunna’im”.
Alasannya yang sangat
mendalam bagi sang Habib dalam mewujudkan keinginananya untuk membangun Pondok
pesantren adalah untuk memperjuangkna agama islam, bagaimana masyarakat itu
paham tentang agama dan memiliki wawasan luas tentang agama. Beliau selalu
memikirkan umat untuk kedepannya, bagaimana umat lebih paham tentang ilmu
Agama.[16]
Alasan
lain pendirian pesantren ini adalah demi mempersatukan umat Islam, tanpa
memandang ras atau etnik. Sebagaimana diketahui, saat itu terjadi pergesekan
antara ras di Pontianak.
Gayung
bersambut, langkahnya mendirikan pesantren dengan niat mulia tersebut mendapat
sambutan positif dari pemerintah setempat, bahkan juga B.J. Habibie, yang
menjabat presiden kala itu. “Saya sempat bertemu dengan beliau (B.J. Habibie)
dan menyampaikan niat mendirikan pesantren dengan tujuan tersebut. Beliau
menyambutnya dengan sangat baik,” kata Habib Ridho.[17]
2. Dalam Bidang
Dakwah
Bahkan beliau langsung
terjun berdakwah kepada Masyarakat, dan sering sekali diundang untuk
menyampaikan tausiah. Perjuangan yang tak terlupakan dari seorang murid/santri
dalam menemani dakwah beliau adalah ketika beliau diundang ceramah ke Asyakirin
pada saat itu kondisi jalan sangat rusak dan becek sekali karena musim hujan,
sehingga untuk menuju tempat tujuan harus melalui jalur air dan dikayuh pakai
sampan oleh sang murid dari Pal V sampai Asyakirin Pal III dalam kisaran waktu
satu jam perjalanana menggunakan sampan dan itu pulang pergi. Ujar Ujar
Muhammad Jafar (50) selaku murid angkatan kedua di Pondok pesantren as-Salam
pal V.[18]
Pesantren
yang didirikan bukan oleh satu orang, tentu akan menimbulkan banyak ide dan
pemikiran, yang terkadang bersinggungan dengan berbagai kepentingan yang lain.
Maka, agar bisa lebih fokus dengan ide-idenya sendiri, ia pun membangun
pesantren sendiri. Pesantren tersebut ia beri nama “Pesantren Darunna’im”.
Meski
mendapat sambutan sangat baik dari berbagai pihak, itu semua tak membuatnya
serta merta mendapatkan kelancaran. Di tahun pertama pembukaan, hanya ada sembilan
santri. Habib Ridho Yahya tak patah arang. Beliau masih tetap semangat untuk
meneruskan perjuangannya.
Alhamdulillah,
kini Pesantren Darunna’im bisa dibilang cukup maju. Untuk Darunna’im Putra
Santrinya pun lebih kurang 230 orang, sedangkan Drunnai’im Putri lebih kurang
190 orang. Dalam pelajaran bahasa, selain diajarkan bahasa Arab dan Inggris, di
pesantren tersebut juga diajarkan bahasa Mandarin, mengingat banyaknya etnis
Tionghoa di tempat tersebut dan juga bahasa Mandarin juga merupakan bahasa
Internasiaonal.[19]
Habib
Ridho Yahya juga menerapkan sistem pesantren yang disebutnya “salafi modern”.
Ia menyebut demikian karena pengajarannya tetap menggunakan kitab-kitab para
salaf. Santri yang belajar di tempat ini juga diharuskan memakai gamis dan
imamah. Pesantren ini pun tak jarang dikunjungi tokoh ulama termasyhur, Habib
Umar Bin Hafidz misalnya. Namun ada juga para tokoh Ulama dari Jawa.
Habib
Ridho Yahya menganut pemahaman agama Ahlussunnah wal Jamaah dengan
bermazhabkan mazhab imam Syafi’i. sehingga pemahaman keagamaan beliau
berlandaskan mazhab imam Syafi’i. Beliau sangat menghindari perdebatan masalah
khilafiyah. Sehingga jika ada pembicaraan yang mengarah kepada hal tersebut
maka beliau tinggalkan, atau ada jamaah yang mempermasalahan hal tersebut
beliau berikan jawaban yang singkat sekali, yakni “kerjakan apa yang kalian
yakini dan saya mengerjakan apa yang saya yakini, selama kitab Al-Quran kita
sama, nabi kita Nabi Muhammad Saw dan Allah Swt tuhan kita”.[20]
Kini
bukan hanya pesantren yang berdiri di area tersebut, tapi juga ada masjid megah
yang tak kalah dengan masjid agung di Pontianak. Ada pula paviliun yang
diperuntukkan bagi para tamu guna beristirahat.[21]
Dalam perjalanana dakwah
dan dalam mendidik umat habib Ridho Yahya sangat sukses sekali, karena usaha
yang gigih, ulet, tekun serta sabra dalam mewujudkan impiannya maka sekarang
sudah sangat terasa sekali hasil dari perjungan beliau, terbukti dengan
berdirinya beberapa lembaga pendidikan dan majlis taklim yang msih aktif sampai
sekarang.
Dari perjuangan Habib
Ridho Yahya dalam dunia dakwah dan pendidikan sehingga murid-muridnya mengenal
beliau sebagai sosok orang tua, selain sebagai guru karena selalu memberikan
nasehat yang baik serta memberikan contoh dan pandangan yang baik dalam bertindak.
Ketika ada permasalahan dan meminta nasehat kepada beliau maka beliau
memberikan nasehat-nasehat yang sangat baik dan bijak, selain itu beliau juga
mempunyai sifat darmawan.[22]
Habib Ridho Yahya
merupakan sosok pemimpin yang tegas dalam memimpin, namun dalam ketegasan itu
beliau juga penyayang. Dari sifat yang begitu terpuji tersebut, maka belaiu
bisa merangkul beberapa donatur dari beberapa pejabat di pemerintahan untuk
membangun pondok Pesantren.
Selain
mengurus pesantren, Habib Ridho juga membuka majelis, yang terbuka untuk umum. Pengikut
majelisnya bertambah banyak. Bahkan tak jarang ada yang masuk Islam seusai
dirinya memberikan pelajaran dan mauizhah hasanah di majleis itu.
“Saya
lebih suka mengajar di majelis, karena membuka kitab menerangkan apa yang di
dalam kitab sehingga meminimalisasi kesalahan, dibandingkan dakwah atau
ceramah. Saya juga takut riya’. Meski dakwah atau ceramah itu juga dibutuhkan
dalam menyampaikan sesuatu,” ujarnya.[23]
Habib
Ridho Yahya tak sendirian dalam mencapai hasil yang diperolehnya saat ini.
Tentu semua itu tak lepas dari tuntunan dan doa para guru, yang telah
membentuknya menjadi pribadi seperti sekarang. Seperti Ustadz Abdullah bin
Hamid Al-Hinduan, Habib Soleh bin Alwi Al-Haddad. Juga selalu ada
murid-muridnya yang kini telah menjadi orang terkenal. Sebut saja misalnya
Muhammad Assegaf, pengacara ternama, Thoha bin Abdillah, tokoh yang telah
malang-melintang di dunia politik, Husein Ibrahim, purnawirawan laksamana muda,
juga Salim Segaf Al-Jufri, menteri sosial.[24]
Wirya
Hayatullah., S.Pd.I (35)[25] menyatakan Didalam memimpin keluarga Habib Ridho juga termasuk
orang yang tegas dan juga penuh dengan nilai-nilai pendidikan dalam setiap
kesehariannya, sehingga anak-anak beliau banyak yang berhasil dan menjadi orang
besar.selain itu para murid atau santri beliau juga banyakk yang menjadi
orang-orang yang sukses baik dibidang pendidikan, keagamaan, bahkan dibidang
pemerintahan.(senin, 14 Mei 2018)
E.
AKHIR
HAYAT HABIB RIDHO YAHYA
Sebelum beliau meninggal
dunia, beliau memberikan pesan dan nasehat untuk anak-anaknya. Bunyi pesan
tersebut sebagai berikut :
“ikutilah saya
pasti hidupmu akan membawa keberkahan, dan jangan lupa kalau banyak rezeki dari
Allah Swt bersedekahlah, inilah yang akan membawa kamu hidup lebih tenang dan
dijauhkan dari bala’ serta bencana baik buat kamu dan keluargamu”[26]
Pesan beliau sangat
singkat namun mendalam sekali maknanya. Karena jika kita kaji dari hikmah
kata-kata tersebut maka isi pesan tersebut bukan hanya untuk anak-anak beliau
akan tetapi orang lain juga bias mengamalkan pesan yang beliau tuturkan
tersebut.
Begitu gigihnya beliau
dalam berjuang menebarkan ajaran agama islam dan Pendidikan sampai menjelang
kematian beliau masih memikirkan perkembangan umat dengan mewasiatkan agar
pondok Pesantren dan lembaga-lembaga Sekolah di urus dan di teruskan agar dapat
mensejahterakan umat dibidang ilmu agama dan pendidikan.[27]
Maka pada hari Minggu, 14
Agustus 2015 beliau menghembuskan nafas terakhir beliau di tempat kediaman
beliau, jl. Ampera Pondok Darunna’im Putra. Pada saat itu juga bertepatan
dengan milad satu tahun Pondok Pesantren Darunna’im Putri.
F. KESIMPULAN
Dari banyaknya keterangan
diatas, maka penulis sangat kagum dan bangga sekali bahwa Kal-Bar memiliki
Ulama seperti Al-Habib Muhammad Ridho bin Ahmad bin Agil bin Yahya. Begitu
besar perjuangannya dalam membina umat baik dari segi pendidikan maupun dari
dakwah keagamaan. Oleh sebab itu sangat bangga sekali penulis memberikan satu
julukan untuk beliau sebagai “Sang Pejuang Dakwah Dan Pendidik Yang Tekun Dalam
Membina Umat”. Ya, gelar itulah yang sangat pas sekali untuk Habib Ridho bin
Yahya (Alm).
G. DAFTAR PUSTAKA
Ali
bin Muhammad Ridho bin Yahya. “BIOGRAFI RINGKAS Al-Habib Muhammad Ridho bin
Ahmad bin Agil bin Yahya, Pendiri pondok Pesantren Darunna’im Putra dan Putri”.
Habib Drs. Ali
bin Muhammad Ridho bin
Yahya (54) Pengasuh Pondok Pesantren Darunna’im Putri. Wawancara pada rabu, 16
Mei 2018. jam 16.50 wib.
Muhammad Jafar (50) murid Habib Ridho Yahya di Pondok
Pesantren as-Salam Pal.V generasi ke 2. Wawancara Senin, 14 Mei 2018. Jam 09.20
wib.
Wirya
Hayatullah., S.Pd.I (35) Kepala Sekolah MIS Al-Ikwah. Wawancara Senin, 14 Mei
2018 jam 09.15 wib.
Ichsan Suhendra
/http://majalah-alkisah.com
H. BIODATA
NARASUMBER
1. Nama : Muhammad Jafar
Ttl : Punggur 09 Juli
1968
Umur : 50 tahun
Pekerjaan : Guru MIS Al-Ikhwah dan
Ponpes Darunna’im
Waktu
Wawancara : Senin, 14 Mei 2018. Jam
09.20 wib.
2. Nama : Wirya Hayatullah.,
S.Pd.I
Ttl : Nanga Letuh, 21
November 1982
Umur : 35 tahun
Pekerjaan : Kepala Sekolah MIS Al-Ikhwah
Waktu
Wawancara : Senin, 14 Mei 2018. Jam 09.40
wib.
3. Nama : Habib Ali Bin Muhammad Ridho bin Yahya
Ttl : Solo, 22 April
1964
Umur : 54 tahun
Pekerjaan : Pengasuh Ponpes Darunna’im
Putri
Waktu
Wawancara : Rabu, 16 Mei 2018. Jam 16.30
wib.
[1]
Wawancara dengan Narasumber Habib Ali bin Ridho bin Yahya (54) putra keempat
dari Habib Ridho bin Yahya (rabu, 16 Mei 2018. jam 16.40)
[2]
Wawancara dengan Narasumber Habib Ali bin Ridho bin Yahya (54) putra keempat
dari Habib Ridho bin Yahya (rabu, 16 Mei 2018. jam 16.40)
[3] Ichsan
Suhendra /http://majalah-alkisah.com akses pada tanggal 14 Mei 2018 jam 17.10
[4] Sekarang disebut sebagai Sarjana
Muda Diploma dua (D2)
[5] Ali
bin Muhammad Ridho bin Yahya. “BIOGRAFI RINGKAS Al-Habib Muhammad Ridho bin
Ahmad bin Agil bin Yahya, Pendiri pondok Pesantren Darunna’im Putra dan Putri”
(dikutip pada hari Rabu, 16 Mei 2018. Jam 16.50)
[6] Ichsan
Suhendra /http://majalah-alkisah.com akses pada tanggal 14 Mei 2018 jam 17.10
[7] Ichsan
Suhendra /http://majalah-alkisah.com akses pada tanggal 14 Mei 2018 jam 17.10
[8] Ichsan
Suhendra /http://majalah-alkisah.com akses pada tanggal 14 Mei 2018 jam 17.10
[9] JL. Husein Hamzah, Pal V Pontianak Barat, Sungai Jawi Pontianak Kota,
Kalimantan Barat.
[10] Wawancara dengan Narasumber Bapak
Muhammad Jafar (50) murid Habib Ridho Yahya di Pondok Pesantren as-Salam Pal.V
generasi ke 2.(Senin, 14 Mei 2018. Jam 09.20 wib.)
[11] Muhammad Jafar (50) murid Habib
Ridho Yahya di Pondok Pesantren as-Salam Pal.V generasi ke 2.
[12] Wawancara dengan Narasumber Bapak
Muhammad Jafar (50) murid Habib Ridho Yahya di Pondok Pesantren as-Salam Pal.V
generasi ke 2.(Senin, 14 Mei 2018. Jam 09.20 wib.)
[13]
Wawancara dengan Narasumber Habib Ali bin Ridho bin Yahya (54) putra keempat
dari Habib Ridho bin Yahya (rabu, 16 Mei 2018. jam 16.40)
[14]
Wawancara dengan Narasumber Habib Ali bin Ridho bin Yahya (54) putra keempat
dari Habib Ridho bin Yahya (rabu, 16 Mei 2018. jam 16.40)
[15] Wawancara dengan Narasumber Bapak
Muhammad Jafar (50) murid Habib Ridho Yahya di Pondok Pesantren as-Salam Pal.V
generasi ke 2.(Senin, 14 Mei 2018. Jam 09.20 wib.)
[16]
Wirya Hayatullah., S.Pd.I (35) Kepala Sekolah MIS Al-Ikwah yang didirikan oleh
Habib Ridho Yahya. Wawancara tanggal 14 Mei 2018 jam 09.15 wib
[17] Ichsan
Suhendra /http://majalah-alkisah.com akses pada tanggal 14 Mei 2018 jam 17.10
[18] Pernyataan dari Bapak Muhammad Jafar
(50) murid Habib Ridho Yahya di Pondok Pesantren as-Salam Pal.V generasi ke 2.(Senin,
14 Mei 2018. Jam 09.20 wib.)
[19]
Wawancara dengan Narasumber Habib Ali bin Ridho bin Yahya (54) putra keempat
dari Habib Ridho bin Yahya (Minggu, 20 Mei 2018. jam 09.20 wib)
[20]
Wawancara dengan Narasumber Habib Ali bin Ridho bin Yahya (54) putra keempat
dari Habib Ridho bin Yahya (rabu, 16 Mei 2018. jam 16.50)
[21] Ichsan
Suhendra /http://majalah-alkisah.com akses pada tanggal 14 Mei 2018 jam 17.10
[22] Pernyataan dari Bapak Muhammad Jafar
(50) murid Habib Ridho Yahya di Pondok Pesantren as-Salam Pal.V generasi ke
2.(Senin, 14 Mei 2018. Jam 09.20 wib.)
[23]
Ichsan Suhendra /http://majalah-alkisah.com
akses pada tanggal 14 Mei 2018 jam 17.10
[24] Ichsan
Suhendra /http://majalah-alkisah.com akses pada tanggal 14 Mei 2018 jam 17.10
[25] Wirya
Hayatullah., S.Pd.I (35) Kepala Sekolah MIS Al-Ikwah yang didirikan oleh Habib
Ridho Yahya. Wawancara tanggal 14 Mei 2018 jam 09.15 wib
[26]
Ali bin Muhammad Ridho bin Yahya. “BIOGRAFI RINGKAS Al-Habib Muhammad Ridho bin
Ahmad bin Agil bin Yahya, Pendiri pondok Pesantren Darunna’im Putra dan Putri”
(dikutip pada hari Rabu, 16 Mei 2018. Jam 16.50)
[27]
Wirya Hayatullah., S.Pd.I (35) Kepala Sekolah MIS Al-Ikwah yang didirikan oleh
Habib Ridho Yahya. Wawancara tanggal 14 Mei 2018 jam 09.15 wib
Komentar
Posting Komentar