NASIONALISME MASYARAKAT PERBATASAN


NASIONALISME MASYARAKAT PERBATASAN
(Masyarakat Desa Temajuk, kecamatan Paloh, kabupaten Sambas)
Oleh : Anang Bustami

Description: D:\KAMPUNG RISET 2018\RISET TEMAJUK PALOH\ANANG BUSTAMI\FOTO DOKUMENTASI\20180910_090400.jpg                                                                                                A. Pendahuluan
Tulisan ini membahas tentang nasionalisme, khususnya masyarakat Indonesia yang tinggal di wilayah perbatasan yaitu Desa Temajuk Kecamatan Paloh Kabupaten Sambas. Hal ini sangat penting dibahas sebab  masyarakat yang tinggal di wilayah perbatasan banyak bergantung oleh Negara tetangga yang secara langsung berpengaruh kepada tinggat nasionalisme mereka.
Indonesia merupakan negara yang memiliki berbagai ragam etnik yang merangkum berbagai ragam budaya, suku, agama, dan adat istiadat. Indonesia  adalah tergolong negara yang cukup besar, baik dipandang dari sudut wilayah  yang terdiri atas 5 pulau besar seperti Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan  Irian Jaya beserta pulau kecil sebanyak 17.508.[1]
Sikap kecintaan kepada tanah air sering sekali disebut dengan nasionalisme. Setiap warga negara yang cinta tanah air tentunya memiliki rasa Nasionalisme yang tinggi. Namun itu semua jika kita lihat dari masyarakat perkotaan yang tidak berinteraksi dengan negara luar , atau tidak menjalin kehidupan bersosial dengan warga negara lain. Akan tetapi hal ini berbeda dengan masyarakat yang tinggal di perbatasan antar Negara
Nasionalisme berasal dari kata nation yang artinya adalah bangsa. Kata bangsa memiliki arti : (1) kesatuan orang yang bersamaan asala keturunan, adat, bangsa, dan sejarahnya serta pemerintahnya sendiri; (2) golongan manusia, binatang, atau tumbuh-tumbuhan yang mempunyai asalusul yang sama dan sifat khas yang sama atau bersamaan; (3) kumpulan manusia yang biasanya terikat karena kesatuan bahasa dan kebudayaan dalam arti umum, dan biasanya menempati wilayah tertentu di muka bumi. Beberapa makna kata bangsa diatas menunjukkan arti bahwa bangsa adalah kesatuan yang timbul dari kesamaan keturunan, budaya, pemerintah, dan tempat. Pengertian ini berkaitan dengan arti kata suku yang dalam kamus yang sama diartikan sebagai golongan orang-orang (keluarga) yang seturunan; golongan bangsa sebagai bagian dari bangsa yang besar.[2]
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Nasionalisme mempunyai pengertian : Pertama, paham (ajaran) untuk mencintai bangsa dan negara sendiri ; sifat kenasionalan atau makin menjiwai bangsa Indonesia. Kedua, kesadaran keanggotaan dalam suatu bangsa yang secara potensial atau actual bersama-sama mencapai, mempetahankan, dan mengabadikan identitas, integritas, kemakmuran, dan kekuatan bangsa itu ; semangat kebangsaan.
Nasionalisme adalah suatu paham, yang berpendapat bahwa kesetian tertinggi individu harus diserahkan kepada negara kebangsaan. Perasaan sangat  mendalam akan suatu ikatan yang erat dengan tanah tumpah darahnya, dengan  tradisi-tradisi setempat dan penguasa-penguasa resmi di daerahnya selalu ada di  sepanjang sejarah dengan kekuatan yang berbeda-beda.[3]
Nasionalisme juga merupakan satu paham yang menciptakan dan  mempertahankan kedaulatan sebuah negara, dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia. Selain itu nasionalisme juga  disebutkan sebagai prinsip, rasa, dan usaha yang patriotik serta dengan segala  daya siap pula untuk mempertahankannya.[4]
Masyarakat perbatasan memiliki tantangan yang tinggi dalam mempertahankan sikap nasionalisme mereka. Mengapa tidak mereka berinteraksi langsung dengan masyarakat negara tetangga yang mana jauh lebih maju dan berkembang dari mereka. Masyarakat yang ada di desa Temajuk contohnya.
Dalam bidang perekonomian dan pemenuhan kebutuhan hidup, masyarakat Temajuk juga sering kali bergantung pada kondisi perekonomian Melano (Sarawak, Malaysia). Banyak jenis barang kebutuhan hidup (primer, sekunder dan tersier) yang masuk dan beredar di  berasal dari produk luar negeri khususnya Malaysia. Sehingga dari proses interaksi ekonomi tersebut, masyarakat Temajuk menggunakan dua mata uang yaitu Ringgit (Malaysia) dan Rupiah (Indonesia).
Barang yang dibeli termasuk barang yang disubsidi pemerintah Malaysia yang seharusnya hanya boleh dinikmati warga Negara Malaysia dan tidak boleh diekspor keluar Malaysia, contohnya seperti gas dan beras bersubsidi.
Oleh sebab itu, sikap nasionalisme dari masyarakat yang berada di perbatasan memang sangat perlu untuk disoroti. Sehingga sangat penting bagi kita untuk mengetahui bagaimana bentuk nasionalisme masyarakat perbatasan, yakni tepatnya masyarakat desa Temajuk, kecamatan Paloh, kabupaten Sambas.


B. Gambaran umum desa Temajuk, kecamatan Paloh, kabupaten Sambas
Desa Temajuk adalah desa yang terletak di kecamatan Paloh kabupatan Sambas, Kalimantan Barat, Indonesia. Orang-orang sering meyebutnya dengan daerah ekor Borneo atau ujung pulau kalimantan, karena letaknya yang tepat di ujung dan dibagian ekor pulau ini. desa Temajuk ini juga merupakan desa yang bertetangga dengan Negara Malaysia yang mana sering disebut dengan tetangga negri Jiran.
            Temajuk memiliki wilayah yang cukup luas yakni kurang lebih 2.300 ha dan jumlah penduduk sebanyak 2.290 jiwa yang dirincikan berdasarkan jenis kelamin yakni laki-laki sebanyak 1.183 jiwa dan perempuan 1.106 jiwa. Desa Temajuk terdiri dari tiga dusun yaitu dusun Maludin, dusun Camar Bulan, dan dusun Sempadan. Dari tiga dusun tersebut terdapat enam rukun warga (rw) dan enam belas rukun tetangga (rt). Desa Temajuk ini memiliki batas-batas wilayah dimana disebelah utara berbatasan langsung dengan desa Sebubus, sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Natuna Selatan, sebelah barat juga berbatasan dengan Laut Natuna Selatan, serta sebelah timur berbatasan dengan Malaysia.[5]
Untuk angka pekerjaan, rata-rata penduduk yang ada di desa temajuk berprofesi sebagai petani dan nelayan, namun juga terdapat berprofesi sebagai pedagang, peternak, PNS, TNI, dan ada juga yang pensiunana PNS. Dari beragam macam mata pencaharian masyarakat disana, ada beberapa orang yang menyisihkan jam kerjanya untuk mengajarkan ilmu membaca Al-Quran kepada anak-anak di desa Temajuk. Mereka itulah yang disebut sebagai guru ngaji dalam tradisi melayu Sambas.
Melihat keterangan batas demografis desa Temajuk, yang mana di sebelah timur berbatasan langsung dengan negara Malaysia, maka selaku daerah yang berbatasan langsung dengan negara luar, biasanya sangat rawan akan konflik antarnegara dimana jika diantara keduanya tidak menjalin hubungan yang baik. Bagaimana tidak mereka berinteraksi secara social kebudayaan, ekonomi hingga persoalan politik. Sehingga, interaksi masyarakat perbatasan yang intens ini berpotensi melahirkan kecenderungan yang berbeda dengan masyarakat non perbatasan.
C. Persepsi Masyarakat Di Desa Temajuk Tentang Nasionalisme
            Nasionalisme kerap kali menjadi isu terhadap masyarakat perbatasan. Hal ini dikaitan dengan masyarakat yang tinggal di perbatasan memiliki karakter yang  berbeda dibandingkan dengan masyarakat yang tidak berasal atau tinggal di wilayah perbatasan. Masyarakat perbatasan lebih tinggi tingkat berinteraksi dan bersentuhan langsung dengan masyarakat yang berbeda latar belakang dan kewarganegaraan. Hal demikian terjadi di lokasi penelitian ini tepatnya di Kabupaten Sambas, kecamatan Paloh, desa Temajuk.
Nasionalisme Indonesia suatu gerakan yang muncul sejak abad ke-19 dan awal abad ke-20. Gerakan ini bertujuan mewujudkan manusia Indonesia menjadi sebuah bangsa yang merdeka dan berdaulat. Gerakan ini juga terjadi di seluruh negara-negara terjajah di Asia dan Afrika. Bangsa-bangsa Asia dan Afrika seperti India, Mesir, dan Persia serta Indonesia, sudah pernah mengalami masa kejaan sebelum masuk dan berkembangnya imperialisme (sistem politik yang bertujuan menjajah negara lain untuk mendapat kekuasaan dan keuntungan yang lebih besar) dan kolonialisme (penguasaan oleh suatu negara atas daerah atau bangsa lain dengan maksud untuk memperluas negara itu) Barat.[6]
Persepsi berasal dari bahasa inggris perception yang artinya: peresepsi, penglihatan, tanggapan: yaitu proses seseorang menjadi sadar akan segala seuatu dalam lingkungan melalui indera-indera yang dimilikinya atau pengetahuan lingkungan yang diperoleh melalui interpretasi (pendapat) data indera.[7]
Dalam persepsi masyarakat desa Temajuk disini penulis melihat bahwa pandangan mereka terbagi atas dua ada yang mengatakan bahwa nasionalisme hanyalah sebatas terlibat dalam perayaan hari-hari besar namun ada pula yang mengatakan nasionalisme di perbatasan itu lebih tinggi dari pada masyarakat yang tinggal jauh dari perbatasan tidak hanya dengan perayaan hari besar Indonesia tetapi bagaimana kita mencintai Indonesia dan seluruh yang ada di Indonesia itu sendiri.
Contoh realisasi dari nasionalisme hanya sebatas mengikuti atau terlibat dalam hari-hari besar seperti mengikuti upacara bendera pada tanggal 17 Agustus, mengikuti upacara setiap hari senin di sekolah-sekolah bagi para siswa dan guru, peringatan hari sumpah pemuda, dan lain sebagainya.
Sedangkan yang menganggap nasionalisme sebagai bentuk kecintaan terhadap tanah air yakni mencintai segala yang ada di tanah air Indonesia yang tidak hanya sebatas mengikuti hari-hari besar dalam peringatan hari besar nasional. Ini semua terbukti masyarakat di desa Temajuk sangat menjunjung tinggi budaya dan adat istiadat setempat, yang mana memang masih asli kebudayaan masyarakat melayu sambas, dan menggunakan bahasa asli melayu sambas. Seperti mereka masih menggunakan tradsi makan saprahan ketika pelaksanaan resepsi pernikahan, masih menggunakan adat bepapas kampong pada perayaan hari tanggal satu Muharram, melaksanakan acara dan masyarakat Temajuk sangat mencintai warisan budaya yang berasal asli dari kerajaan sambas yang telah dikenal secara turun temurun dari generasi sebelumnya ke generasi setelahnya.
Selanjutnya, Salah satu aspek nasionalisme adalah kebanggaan akan jati diri bangsa. Bagian ini akan menguraikan sejauh mana masyarakat yang hidup di perbatasan memiliki rasa bangga sebagai bangsa Indonesia.
Kurangnya pemenuhan kesejahteraan dapat berimplikasi pada menurunnya kebanggaan nasional dan memberikan kemungkinan yang lebih besar terhadap menurunnya ketahanan dalam menjaga keberlangsungan negara bangsa.
Berbagai wawancara dengan informan di Temajuk menunjukkan bahwa orang Temajuk secara umum memiliki rasa kebanggaan sebagai orang dan warga negara Indonesia. Namun, secara kritis mereka melihat bahwa dari aspek sosial ekonomi dan penegakan hukum, kondisi kehidupan di Malaysia relatif lebih baik daripada di Indonesia.
Temuan penelitian menunjukkan adanya kesenjangan antara pandangan sosial ekonomi dan keterikatan dalam entitas politik. Di samping itu, ditelusuri juga bagaimana ikatan kekerabatan antara orang Temajuk dan penduduk di Malaysia dengan tidak mengurangi perasaan keterikatan orang Temajuk secara politik ke negara Indonesia.
Terkait dengan kebanggaan nasional, temuan lapangan menunjukkan adanya dualisme pada kebanyakan masyarakat perbatasan. Pada satu sisi mereka bangga sebagai WNI, namun pada sisi lain sering kali mengakui bahwa kondisi Malaysia lebih baik dari Indonesia. Kebanyakan orang Temajuk yang pernah bekerja di Malaysia merasa bangga sebagai warga Negara Indonesia karena Indonesia adalah negara besar yang tetap bersatu. Namun, diakui bahwa terkait dengan penegakan hukum oleh aparat pemerintah, keadaan di Malaysia lebih baik daripada di Indonesia.
Ada beberapa kasus yang memperlihatkan bahwa rasa kebangsaan sering kali tidak berhubungan dengan kondisi kesejahteraan. Kebanyakan informan yang pernah mengunjungi Malaysia menuturkan bahwa mereka lebih merasa bangga sebagai warga Negara Indonesia walaupun kehidupan di Malaysia lebih maju.
Mereka memberikan metafora tentang nasionalisme, yakni “daripada hujan emas di negeri orang, lebih baik hujan batu di negeri sendiri”. Walaupun lebih dekat dengan Malaysia yang lebih maju, para informan lebih mencintai Indonesia dan merasa bagian dari NKRI. Hal ini karena rasa solidaritas dan kekeluargaan di Indonesia relatif lebih tinggi daripada di Malaysia.
Realitas yang membedakan antara Indonesia dan Malaysia adalah rendahnya kesadaran masyarakat untuk menaati aturan, seperti membuang sampah dan menjaga kebersihan. Selain itu, pelayanana pemerintah di Malaysia terhadap para guru baik itu guru di sekolah maupun guru ngaji sangatlah efektif dan para guru tersebut sangat di perhatikan keberlangsungan hidupnya.
D. Kesimpulan
Dari uraian singkat diatas, dapatlah penulis simpulkan bahwa Presepsi Nasionalisme Masyarakat Perbatasan yang lebih khususnya lagi masyarakat desa Temajuk kecamatan Paloh kabupaten Sambas, pertama terkait dengan kebanggaan nasional, temuan lapangan menunjukkan adanya dualisme pada kebanyakan masyarakat perbatasan. Pada satu sisi mereka bangga sebagai WNI, namun pada sisi lain sering kali mengakui bahwa kondisi Malaysia lebih baik dari Indonesia. kedua, Dalam persepsi masyarakat desa Temajuk disini penulis melihat bahwa pandangan mereka terbagi atas dua ada yang mengatakan bahwa nasionalisme hanyalah sebatas terlibat dalam perayaan hari-hari besar namun ada pula yang mengatakan nasionalisme di perbatasan itu lebih tinggi dari pada masyarakat yang tinggal jauh dari perbatasan tidak hanya dengan perayaan hari besar Indonesia tetapi bagaimana kita mencintai Indonesia dan seluruh yang ada di Indonesia itu sendiri. ketiga, bahwa mereka lebih merasa bangga sebagai warga Negara Indonesia walaupun kehidupan di Malaysia lebih maju, mereka memberikan metafora tentang nasionalisme, yakni “daripada hujan emas di negeri orang, lebih baik hujan batu di negeri sendiri”.
Dari tulisan ini, telah tampaklah pentingnya rasa nasionalisme bagi setiap warga Negara Indonesia, baik warga negara yang ada di perkotaan, pedesaan, pesisir, kepulauan,  bahkan perbaasan sekalipun untuk cinta dan bangga dengan tanah air Indonesia. Dan masyarakat di desa Temajuk telah membuktikan bahwa mereka mempunyai rasa Nasionalisme yang tinggi terhadap Negara kesatuan Republik Indonesi walaupun mereka lebih dekat dengan Negara tetangga yakni Malaysia.


[1] Muhammad Saleh Tajuddin dkk, Berbagai Kasus Konflik di Indonesia: Dari Isu Non Pribumi, Isu Agama, Hingga Isu Kesukuan (Jurnal), Volume 10, Nomor 1, Tahun 2016, h 63-64
[2] Mustari Mustafa, Nation State dan Kejatuhan Nasionalisme (Makassar: Alauddin University Press, 2013), h. 91-92.
[3] Han Kohn, Nasionalisme Arti dan Sejarahnya, (Jakarta: PT. Pembangunan dan Erlangga, 1984), h. 11.
[4] Djoko Santoso, Menggagas Indonesia Masa Depan (Jakarta: Tebet Center 66 dan Komodo Books), h. 117-118.
[5] Data MONOGRAFI Desa Temajuk 2018
[6] Djoko Santoso, Menggagas Indonesia Masa Depan (Jakarta: Tebet Center 66 dan Komodo Books, 2014), h. 113
[7] Sarbaini dkk, Persepsi Masyarakat Terhadap Partai Politik di Desa Tetengga Kecamatan Mandastana Kabupaten BaritoKualaI, Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan, Volume 5, Nomor 9, Mei 2015

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKNA HADIS "MAN TASYABBAHA BIQAUMIN FAHUWA MINHUM" Kajian no Tekstual

LOGIKA BERFIKIR (MANTIQ) TA'RIF ATAU DEFINISI

ULUMUL QURAN "ILMU FAWATIHUS SUWAR" (PEMBUKA SURAH-SURAH)