MENGENAL ULAMA TAFSIR DAERAH KITE AWAL ABAD KE-XX (Ulama’ dari Sambas, Kalimantan Barat)


MENGENAL ULAMA TAFSIR DAERAH KITE AWAL ABAD KE-XX (Ulama’ dari Sambas, Kalimantan Barat)
Anang Bustami
Muhammad Yahya
Muhammad Verdi Talenta Bahermansyah

            Al-Quran merupakan kitab universal yang sesuai dengan tuntutan zaman. Di dalamnya banyak mengandung petunjuk-petunjuk ilahi yang menarik untuk dikaji, termasuk juga tentang kemasyarakatan. Salah satu tokoh yang ikut mengkaji kandungan al-Quran adalah Muhammad Basuni Imran. Dengan karya tafsir yang sederhana yang beliau tulis dan beliau ajarkan kepada masyarakat Sambas kala itu, yakni Tafsir Surah Tujuh. Ia mencoba menafsirkan al-Quran, yakni tujuh surah pendek sesuai dengan kondisi masyarakat Sambas pada masanya.
SEKAPUR SIRIH TENTANG BIOGRAFI MUHAMMAD BASUNI  IMRAN
            Muhammad Basuni  Imran adalah putra pertama (dari empat bersaudara) H. Imran Maharaja Imam bin H. Muhammad Arif  Maharaja Imam bin Imam H. Nuruddin bin Imam Mustafa. Lahir pada tanggal 25 Zulhijjah 1302 H bersamaan dengan tanggal 4 November 1883M di Sambas (Badran, tt: 8). Ibunya bernama Sa’mi, wafat pada saat Basuni Imran dan ketiga adiknya masih kecil. Mereka kemudian diasuh oleh ibu tirinya bernama Badriyah (G.M. Ardhi, 2001: 4).
Berdasarkan keterangan Badran (salah seorang anak Basuni Imran), saat berusia enam hingga tujuh tahun Basuni Imran belajar al-Quran dengan ayahnya sendiri dan kemudian disekolahkan pada Sekolah Rakyat (SR), dan sejak saat itu beliau telah memahami ilmu Nahwu dan Sharaf (kaidah bahasa Arab). Hal yang sama dikemukakan oleh Pijper bahwa Basuni Imran dalam suratnya menjelaskan: “Pada waktu saya berumur 6 atau 7 tahun, ayah saya mengajar saya membaca al-Quran dan menyekolahkan saya di Sekolah Rakyat (volkschool). Kemudian saya diajari dasar-dasar nahwu dan sharaf, yaitu kitab al-Jurumiyah dan Kaylani”. Selain belajar dengan ayahnya, Basuni Imran juga belajar agama kepada Haji Muhammad Djabir. Di SR beliau hanya sekolah selama dua tahun, untuk selanjutnya masuk ke Madrasah al-Sulthaniah dan belajar di sana selama 10 tahun.
Pada tahun 1327H/ 1908 M, Basuni Imran berangkant ke Cairo Mesir ditemani oleh saudaranya H. Achmad Fauzi Imran dan temannya H. Achmad Sood. Tujuan keberangkatannya adalah untuk melanjutkan pelajaran agama Islamnya pada sekolah menengah al-Azhar di Cairo, Mesir. Setelah menamatkan pendidikan di sekolah tersebut beliau melanjutkan pendidikannya di  Madrasah Darudda’wah wal Irsyad” yang didirikan oleh Muhammad Rasyid Ridha. Di samping belajar secara formal di kedua lembaga pendidikan tersebut, Basuni Imran dan saudaranya bersama beberapa mahasiswa lainnya dari juga belajar secara privat kepada seorang ulama terkemuka dari Al-Azhar Sayyid Ali Surur al-Zankaluni. Dari Muhammad Rasyid Ridha,  Basuni Imran banyak belajar ilmu tasir dan ilmu tauhid.  Menurut Badran di Mesir Basioeni Imran banyak menulis di majalah al-Manar dan surat kabar al-Ittihad yang diterbitkan  oleh para penuntut ilmu di Mesir dengan pimpinan redaksi Muhammad Fadullah Suhaimi.
Pada bulan Sya’ban 1331 H/1913 Basuni Imran kembali ke Sambas karena ayahnya sakit keras. Pada tanggal 22 Ramadhan 1331 H/25 Agustus 1913 H. Maharaja Imam Haji Muhammad Imran, sang ayah meninggal dunia. Setelah pulang dari Mesir, Basuni Imran tetap mendalami kitab-kitab fikih maupun kitab lainnya terutama tafsir al-Manar dan majalah al-Manar. Untuk meningkatkan kemampuannya, maka ia melatih diri dengan menulis beberapa kitab dan/atau risalah dalam bahasa Arab. Di samping itu, ia juga sering mengajukan pertanyaan tentang soal-soal agama melalui surat kepada redaksi majalah al-Manar.
Setelah ayahnya wafat, maka jabatan Maharaja Imam mengalami kekosongan. Selanjutnya dengan besluit Sultan Muhammad Tsafiuddin tertanggal 9 November 1913, Basuni Imran diangkat menjadi Maharaja Imam, Qadli dan Mufti di Kerajaan Sambas  menggantikan ayahnya. Jabatan sebagai Maharaja Imam ini diemban beliau hingga masa kemerdekaan Indoensia, saat kerajaan Sambas secara otomatis tidak lagi berfungsi secara politis-administratif.
Pada tahun 1974 M beliau menderita penyakit darah tinggi selama dua tahun dan sempat dirawat di Rumah Sakit Sungai Jawi Pontianak. Pada hari Senin tanggal 26 Juli 1976 Haji Muhammad Basuni Imran wafat di Pontianak dalam usia 93 tahun. Pada hari yang sama jenazah beliau dibawa ke Sambas dan dimakamkan di Kampung Dagang Timur Sambas.
MENGENAL KARYA-KARYA MUHAMMAD BASUNI IMRAN
Semasa hidupnya, tercatat ada 16 karya beliau dalam bidang keagamaan berupa buku-buku dan catatan-catatan serta penafsiran-penafsiran beliau tentang seputar al-Quran.
1. Tafsir Surah Tujuh
Naskah ini merupakan naskah tulis tangan yang ditulis langsung oleh Maharaja Imam Sambas,H. Muhammad Basiuni Imran pada tahun 1935 M. Penamaan naskah ini dengan nama “Tafsir Surah Tujuh Karya Muhammad Basiuni Imran” adalah nama yang penulis beri sendiri mengingat dikalimat pembuka tentang alasan beliau mempriorotaskan menafsirkan enam surah pendek ditambah al-Fatihah. Karya beliau yang terkait dengan studi al-Quran (pemahaman teks al-Quran) yang ditulis beliau ini, lebih dominan pada upaya interpretasi surah-surah pendek al-Quran, meskipun dalam naskah ini tidak dipungkiri ada juga ayat-ayat tertentu yang terpilihkan oleh beliau.
2. Al-Janaiz (Kitab Jenazah)
Kitab al-Jana’iz ditulis oleh Basuni Imran di Sambas pada masa pemerintahan Jepang. Selesai ditulis di Sambas pada 15 Rabiul Awwal 1362 H/1943 M (kalender Jepang: 21 Sigitsu 2603).
3. Tazkir (Peringatan)
Judul lengkap kitab ini adalah Tazkir, Sabil al-Najah fi Tarikh al-Salah (Jalan Kelepasan pada Mengingati Orang yang Meninggalkan Sembahyang). Kitab ini selesai ditulis di Sambas pada hari Rabu, 9 Rabiul Awwal 1349 H (3 September 1930 M). Kemudian dicetak oleh percetakan al-Ahmadiyah, Singapura, pada 23 Sya’ban 1349 H (12 Januari 1931 M).
Selain yang disebutkan diatas, masih banyak lagi namun tidak bias penulis cantumkan pada tulisan kali ini. Kiranya yang tertulis itu sebagai perwakilan dari karya-karya super beliau.
MENGENAL TAFSIR SURAH TUJUH
            Tafsir surat tujuh ini, diajarkan oleh Muhammad Basiuni Imran kepada kalangan masyarakat Sambas yang biasanya diajarkan dalam pengajian-pengajian rutin beliau pada setiap kamis sore di masjid Jami’ Keraton Sambas. Selain itu tafsir ini juga diajarkan kepada murid-murid beliau di SMEA Sambas dalam pelajaran agama Islam. Demikian, sebagaimana yang diutarakan oleh Badran Hambi, salah seorang murid sekaligus putra beliau yang hingga kini masih hidup sebagai saksi sejarah.
Dalam mengginterpetasikan teks al-Quran ini, Muhammad Basuni Imran lebih banyak merujuk pada pandangan Rasyid Ridha yang peroleh langsung ketika studi di Mesir. Beliau lebih cendrung mengunakan sistematikan penulisan bebas terhaadap apa yang beliau ketahui tentang pemahaman teks tersebut serta mempertimbangan reader (pembaca) hasil tulisannya yang mayoritas adalah umat Islam dan masyarakat Sambas yang masih minim pendidikan dan wawasan pengetahuan. Karena itu, terlebih mempertimbangkan untuk tujuan membantu umat lebih paham dan khusyu’ dalam shalat, maka terpilihlah tujuh surat pendek ini sebagai pilihan beliau dalam melakukan kajian interpretasi teks al-Quran ini.
Muhammad Basuni Imran menjelaskan bahwa al-Quran yang berisi ajaran kebenaran ini selayaknya dijadikan petunjuk oleh manusia yang mesti senantiasa ditadabburkan maknanya baik ketika shalat maupun tidak Karena al-Quran lah yang akan mampu menggiring manusia kepada muttaqîn yang akan memperoleh nikmat surge kelak, hâdzâ bayânan li an-nâsi wa hudan wa mau’izhatan li al-muttaqîn.
Dipilihnya enam surat (al-‘Ashr, al-Kautsar, al-Kâfirûn , al-Ikhlâsh, al-Falaq, an-Nâs) selain al-Fâtihah, adalah didasarkan argumentasi bahwa keenam surat tersebut merupakan surat-surat yang pendek yang sering dibaca ketika shalat dan sangat mudah untuk dihafal. Dari sinilah dinamakan sebagai tafsir surah tujuh.
Demikian tulisan singkat mengenai ulama Tafsir dari daerah kite beserta ulasan sedikit tentang pemikiran dalam karya tafsirnya.. Semoga tulisan ini bermanfaat untuk orang kite dan pembaca yang lainya. Amiin,, terimakasih.
Wallahu A’lamu Bissaowab

Komentar

Postingan populer dari blog ini

LOGIKA BERFIKIR (MANTIQ) TA'RIF ATAU DEFINISI

MAKNA HADIS "MAN TASYABBAHA BIQAUMIN FAHUWA MINHUM" Kajian no Tekstual

ADAB DAN SYARAT MUFASSIR