MUSIK DAN SEBILAH PISAU


MUSIK DAN SEBILAH PISAU
Anang Bustami

Sebenarnya masalah-masalah hukum seperti boleh tidak bermain musiak, apa hukumnya lalu bagaimana sikap kita terhadap permainan music dan nyanyian itu sudah selesai dibahas oleh ulama-ulama kita terdahulu. Namun masalahnya sekarang adalah, adanya pengungkitan kembali masalah-masalah tersebut yang ujung-ujungnya kembali menjadi sebuah tema perdebatan yang merembet-rembet kemana-mana sehingga menjadikan hukum dari music itu sendiri menjadi buram da nada pula kesannya hanya menguatkan sebelah pihak saja dna menyalahkan pandangan hukum yang diikuti oleh pihak yang lain.
Pada judul tulisan ini, penulis mengambil tema “Music dan sebilah Pisau” ini karena penulis menyadari bahwa kasus untuk keduanya ini sama. Yaitu pertama dari segi manfaat yang bisa dirasakan dan juga bisa berdampak keburukan dan kejahatan yang terjadi karenanya.
Dalam tulisan ini penulis akan menguraikan hadis-hadis yang menerangkan tentang keharaman music namun juga mengkompromikan dengan hadis yang membolehkan music. Karena selama ini yang selalu dibahas adalah hadis yang mengharamkan music sehingga hadis yang membolehkan seakan-akan tikubur dan ditenggelamkan. Dalam studi ILMU HADIS, maka kita dapat membuat sebuah kesimpulan yang bijaksana dari hasil memahami hadis-hadis yang kontradiskse tersebut (ikhtilaful hadis). Berikut penulis akan uraikan dua hadis yang kualitasnya sama-sama SHOHIH namun tampak saling bertentangan dari segi makna lahiriyahnya dengan menggunakan metode AL-JAM’U WA ATTAUFIQ dalam pendekatan Kontekstual.
            Pendekatan kontekstual,yakni kedua hadis yang tampak saling bertentangan itu dapat dikompromikan dan diamalkan sesuai dengan konteksnya masing-masing dengan memperhatikan konteks dan sejarah yang melatar belakangi munculnya hadis itu. Nabi SAW. Terkadang melarang atau membolehkan sesuatu dengan pertimbangan konteks tertentu. (Wajidi Sayadi, 2009: 39)
Hadis pertama berbunyi :
حد ثنا مسلم بن ا بر ا هىم قا ل حد ثنا سلا م بن مسكىن عن ثىخ ثهد ا با و ا ل فى و لىمة فجعلو ا ىلعبو ا ن ىتلعبو ن ىغنو ن فحل ا بو و ا ل حبو ته و قا ل سمعت عبدا لله يقو ل سمعت ر سو ل ا لله صلى ا لله علىه و سلم ىقو ل ا لغنا ء ىنبت ا لنفا ق فى ا لقلب ( ر و ا ه ا بو ا د ا و د )
Artinya: “Telah bercerita kepada kami Muslim bin Ibrahim beliau berkata  telah bercerita kepada kami Salam bin Miskin dari Syeikh yang telah menyaksikan Abu Wail pesta walimah maka mereka bermain dan bernyanyi maka Abu Wail sangat menyukainya dan beliau berkata: aku mendengar dari Abdullah  bersabda Rasulullah SAW, Nyanyian menimbulkan nifaq dalam hati”. (HR. Abu Daud)
Secara teks maka dapat kita lihat jelas larangan dari rasulullah mengenai nyanyian (musik) karena dapat menimbulkan nifaq didalam hati. Akan tetapi ada hadi yang lain yang kualitas hadisnya juga Shahih namun berbeda hukumnya. Berikut hadisnya:
حد ثنا ا حمد بن عىس قا ل حد ثنا ا بن و هب قا ل ا خبر نا عمر و ا ن محمد بن عبد ا لر حمن ا لا سد ى حد ثه عن عر و ة عن عا ثة قا لت د خل على ر سو ل ا لله صلى ا لله علىه و سلم و عند ى جا ر ىتا ن تغنىا ن بغنا ء بعا ث فا ضطجع على ا لفر ا ش و حو ل و جهه و د خل ا بو بكر فا نتهر نى و قا ل مز ما ر ة ا لثىطا ن عند ا لنبى صلى ا لله علىه و سلم فا قبل علىه ر سو ل ا لله علىه ا لسلا م فقا ل د عهما فلما غفل غمز تهما فخر جتا و كا ن ىو م عىد ىلعب ا لسو د ا ن با لد ر ق و ا لحر ا ب فا ما سا لت ا لنبى صلى ا لله علىه و سلم و ا ما قا ل تثتهىن تنظر ىن فقلت نعم فا قا منى و ر ا ء ه خد ى على خد ه و هو ىقو ل د و نكم ىا بنى ا ر فد ة حتى ا ذ ا وللت قا ل حسبك قلت نعم قا ل فا ذ هبى ( ر و ا ه ا لبخا ر ى )
Telah bercerita kepada kami Ahmad bin Isa beliau berkata bercerita kepada kami Ibnu Wahab beliau berkata telah mengabarkan kepada kami Amru bahwasanya Muhammad bin Abdurrohman al-Asadi bercerita kepadanya dari Urwah dari Aisyah berkata: Rasulullah masuk ke rumahku ketika ada dua orang anak gadis sedang menyanyikan lagu perang ‘Bu’ats’. Kemudian beliau berbaring di atas tilam (tempat tidur) dengan memalingkan wajahnya. Tiba-tiba Abu Bakar masuk, lalu dia mengbentak sambil mengatakan: mengapa ada seruling syaitan di rumah Rasulullah SAW? Maka Rasulullah mendekati Abu Bakar dan berkata: “Biarkan kedua anak gadis itu’, Ketika Abu Bakar lengah, aku kerlingi (jelingi) kedua gadis itu, maka kaduanya keluar” pada saat hari raya, ada orang-orang Sudan membuat pertunjukan dengan mempergunakan perisai dan tombak. Mungkin aku yang meminta kepada Rasulullah atau beliau yang mengatakan,’kau ingin menonton? Maka aku menjawab,’ ya’. Lalu beliau menyuruhku berdiri di belakangnya, sedang pipiku menepel di pipi beliau. Beliau berkata:’Teruskan hai Bani Arfidah! Setelah aku merasa bosan, beliau bertanya,’kau sudah puas? ‘aku menjawab,’sudah’. Kata beliau, ‘Tinggalkanlah!. (HR. Bukhori)
Dari hadis yang kedua ini dapat kita lihat bagaimana Rasulullah saw menyeru ke Abu bakar As-Siddiq untuk membiarkan anak-anak gadis yang sedang bernyanyi dihadapan Aisyah ra.
Kedua hadis yang telah diuraikan diatas tampak saling bertentangan, namun dapat dipahami secara kompromi dengan pendekatan kontekstual. Hadis pertama dari Abdullah (Abdullah bin Masud maksudnya) bahwa sanya Rasulullah melarang nyanyian (musik) karena dapat menimbulkan nifaq dalam hati, karena dalam kontek bernyanyi dan memainkan music yang sudah sangat berlebihan sehingga lalai dan lupa akan waktu dan menjauhkan diri dari mengingat Allah swt. Sedangkan hadis yang kedua riwayat dari Aisyah bahwa Rasulullah membiarkan permainan music dan nyanyian dalam konteks pada hari raya, kemudian dalam kontek seperlunya dan tidak berlebih-lebihan selama music atau nyanyian itu tidak mengarahkan kepada kemaksiatan dan kelalaian.
Maka dapat disimpulkan bahwa Nyanyian atau seni musik dibolehkan dengan ketentuan nyanyian tersebut merupakan seni suara dan seni musik yang membawakan nilai-nilai islami untuk umat manusia agar dapat memahami akan eksistensi Allah di muka bumi.
Maka dari itu dengan menggunakan ilmu ikhtilaf al-hadis yang menggunakan metode jam’u wa at-taufik bahwa nyanyian dalam islam adalah boleh hukumnya, kecuali nyanyian yang mendatangkan kelalaian dan keburukan ataupun terwujudnya unsur-unsur yang haram di dalamnya maka jadilah ia haram. Nyanyian, mendengarkan musik, maupun memainkan alat musik merupakan boleh selama hal tersebut tidak berlebihan atau tidak melanggar norma agama yang berlaku dimasyarakat, tidak merugikan diri sendiri dan orang lain, dan juga tidak membuat kita lalai atau lupa terhadap kewajiban kepada Allah.
Hukum nyanyian itu tergantung kepada niat orang yang menyanyi, niat yang baik akan merubah perbuatan yang tidak berguna menjadi sesuatu yang dapat mendekatkan diri kepada Allah dan merubah senda gurau menjadi ketaatan. Begitu juga dengan hal PISAU yang mana jika digunakan untuk kejahatan seperti membegal orang, membunuh, dan mengamcam dalam perampokan, maka pisau itu menjadi HARAM. Sedangkan jika digunakan untuk kebaikan seperti, memotong daging, menyembelih hewan, mengupas buah, memotong kue dll, maka hukumnya boleh.
Maka dari itu, nyanyian yang diharamkan adalah nyanyian yang bertentangan dengan ajaran islam seperti nyanyian yang membangkitkan  syahwat, nyanyian yang melalaikan, nyanyian yang kotor yang berupa caci maki, mencela jilbab, mencela Allah dan Rasul-Nya, dan segala hal yang bertentangan dengan aqidah dan syari’at islam. Wallahu ‘alamu bissaowab

Komentar

Postingan populer dari blog ini

LOGIKA BERFIKIR (MANTIQ) TA'RIF ATAU DEFINISI

MAKNA HADIS "MAN TASYABBAHA BIQAUMIN FAHUWA MINHUM" Kajian no Tekstual

ADAB DAN SYARAT MUFASSIR